Jumat, 24 September 2010

asuhan keperawatan pasien dengan Post Prostatektomy O/k BPH Grade III.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Kemajuan ekonomi di Indonesia,perbaikan lingkungan hidup dan majunya ilmu kedokteran mampu meningkatkan umur harapan hidup ( life expectancy ) sehingga mengakibatkan angka harapan hidup pada usia lanjut menjadi bertambah dan memiliki kecendrungan akan terus meningkat dengan cepat.Proses menjadi tua dapat menimbulkan berbagai perubahan fisik yang sifatnya negatif seperti misalnya,rambut berubah dan menipis,kerutan di wajah,bercak – bercak coklat pada kulit wajah semakin tampak jelas.Proses penuaan dapat juga mengakibatkan berbagai penyakit,salah satunya banyak menyerang sistem perkemihan ( Urinaria ).Dari berbagai jenis penyakit sistem perkemihan terdapat salah satu penyakit yaitu pembengkakan pada prostat yang di sebut BPH ( Benigna Prostat Hiperplasia ).Kasus terjadinya pembengkakan pada prostat diperkirakan dialami oleh sekitar 50 -60% pria yang berusia 49 th sampai 59 tahun.Banyak pria tengah baya dengan penyakit ini merasa perlu buang air kecil berkali – kali,terkadang setiap jam.Banyak pula merasa sakit dan harus mengejan ketika buang air kecil,aliran urine semakin melemah atau merasa belum puas sehabis kecing ( Jong W.D dan Sjamsuhidajat ,2005;Franklin,Benjamin,2007 )
Berdasarkan catatan rekam medis RSUD Wangaya tahun 2010 bulan Pebruari sampai April 2010 jumlah pasien yang terdiagnosa mengalami BPH sebanyak 30 dimana 10 orang diantaranya telah menjalani pembedahan prostatektomy.
Penatalaksanaan medis seperti pembedahan prostatectomy mengakibatkan suatu masalah bagi seseorang yang menjalaninya misalnya seperti perubahan atau gangguan dalam pemenuhan kebutuhan sehari – hari. Maka dari itu diperlukan tindakan pengobatan dan perawatan secara intensif untuk menghindari terjadinya peningkatan stadium BPH lebih lanjut serta mencegah komplikasi yang menyertainya yang dapat berupa refluks vesikoureter,hidroureter,hidronefrosis dan gagal ginjal,maka diperlukan peran perawat dalam mengatasi masalah tersebut di atas.Apabila seseorang tidak menginginkan penyakit seperti pembesaran prostat tersebut maka pola hidup yang sehat dan teratur harus di terapkan sedini mungkin agar kesehatan kita terjaga.
Dilihat dari hal tersebut di atas,maka penulis tertarik pengangkat kasus dengan judul ” ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN WS DENGAN POST PROSTATEKTOMY O/K BPH GRADE III DI RUANG ICU RSUD WANGAYA DENPASAR PADA TANGGAL 21 MEI 2010 ” Harapan penulis dengan adanya laporan kasus ini nantinya dapat bermanfaat dalam memberikan asuhan keperawatan pada kasus – kasus yang terjadi khususnya pada pasien post Prostatektomy O/k BPH Grade III .




I. Tujuan Penulisan
A. Tujuan umum
Untuk memperoleh gambaran umum tentang asuhan keperawatan pasien dengan Post Prostatektomy O/k BPH Grade III.
B. Tujuan khusus
Tujuan khusus dari ditulisnya studi kasus ini adalah agar penulis dapat
a. Melakukan pengkajian pada pasien dengan Asuhan Keperawatan Pasien W.S dengan Post Prostatektomy O/k Grade III hari ke II
b. Membuat perencanaan pada pasien dengan Asuhan Keperawatan Pasien W.S dengan Post Prostatektomy O/k Grade III hari ke II
c. Melakukan tindakan perawatan dari perencanaan yang dibuat pada pasien dengan Asuhan Keperawatan Pasien W.S dengan post Prostatektomy O/k Grade III hari ke II
d. Melakukan evaluasi pada pasien dengan asuhan keperawatan pasien W.S dengan post Prostatektomy O/k Grade III hari ke II
II. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penyusunan kasus ini adalah metode diskriptif dengan menggunakan tehnik pengumpulan data, wawancara, pemeriksaan fisik dan studi dokumentasi





1. SISTEMATIKA PENULISAN
Dalam penyusunan laporan ini, secara garis besar dibagi menjadi empat bab. Adapun sistematikanya adalah sebagai berikut : BAB I yaitu pendahuluan yang menguraikan tentang latar belakang penulisan, tujuan penulisan yang mencakup tujuan khusus dan tujuan umum, metode penulisan dan sistematika penulisan. BAB II mencakup tinjauan teoritis dan tinjauan kasus, dimana tinjauan teoritis meliputi konsep dasar BPH dan konsep dasar asuhan keperawatan kasus. Konsep dasar Post Op BPH Grade III hari ke 2 menguraikan pengertian, patofisiologis, pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaan medis. Konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan post op BPH grade III meliputi pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan rencana evaluasi. Sedangkan pada tinjauan kasus meliputi pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. BAB III yaitu pembahasan yang membahas kesenjangan antara teori dengan kenyataan, argumentasi atas kesenjangan yang terjadi, solusi yang diambil saat memberikan asuhan keperawatan. BAB IV yaitu penutup yang berisikan kesimpulan dan saran.








BAB II
TINJAUAN TEORITIS DAN TINJAUAN KASUS

A. TINJAUAN TEORITIS
1. Konsep Dasar Benigna Prostat Hipertropi ( BPH )
a. Pengertian
Benigna Prostat Hipertropi ( BPH ) merupakan kelainan yang sering ditemukan,dimana terjadi pembesaran kelenjar periuretral yang dapat mendesak jaringan prostate yang asli ke perifer dan menjadi sampai bedah ( sjamsuhidayat dan wim de jong,2005 )
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria lebih tua dari 50 th ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius ( Doenges ,2000, hal 671 )
b. Patofisiologi
Hiperplasia prostat dapat disebabkan oleh beberapa factor seperti usia,gangguan keseimbangan hormon,dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormon testosteron dan estrogen ,hal ini disebakan oleh berkuranganya produksi testosteron dan juga dan juga terjadinya konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposis diferifer.Estrogen inilah yang kemudian menyebabkan terjadinya hyperplasia stroma.Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi relatif testosteron dan estrogen akan menyebabkan terjadinya pembesaran prostat.Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan – lahan maka efek terjadinya perubahan pada traktus urinarius juga terjadi secara perlahan-lahan.Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat,resistensi pada leher vesika dan daerah prostat meningkat dan detrussor menjadi lebih tebal.Penonjolan Serat detrussor ke dalam kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut “ Trabekulasi” ( buli – buli balok ) mukosa Vesika dapat menerobos keluar diantara serat detrussor sehingga terbentuk tonjolan mukosa.Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan “ Sakula “ sedangkan yang besar disebut “ divertikel “. Apabila keadaan berlanjut maka detrussor akan menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekovensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin.Tanda dan gejala yang biasanya ditemukan adalah gejala obstruktif dan iritatif. Gejala Obstruktif yaitu penderita harus menuggu pada permulaan miksi ( hesistency ),Miksi terputus ( Intemitency ),menetes pada akhir miksi ( Terminal dribbling ) miksi menjadi lemah rasa belum puas sehabis miksi.Gejala obstruktif terjadi karena detrussor gagal berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama dan sehingga kontarksi terputus – putus,sedangan gejala iritatif yaitu bertambahnya frekwensi miksi,nokturia,miksi sulit ditahan ( urgensi ) dan nyeri pada waktu miksi ( Disuria ).Gejala iritatif terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau pembesaran prostat menyebabkan rangasangan pada vesika sehingga vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh.
Apabila vesika menjadi dekompensasi,akan terjadi retensi urine di dalam vesika dan timbul rasa tidak tuntas pada akhir miksi.Jika keadaan ini berlanjut pada suatu saat akan terjadi kemacetan total,sehingga tidak mampu lagi miksi,karena produksi urine terus terjadi maka pada suatu saat vesika tidak mampu lagi menampung urine sehingga tekanan intravesika terus meningkat.Apabila tekanan vesika menjadi lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan obstruktif,akan terjadi inkonetinesia paradoks ( overflow incontinence ).Retensi kronik menyebabkan refluks vesikoureter,hidroureter,hidronefrosis dan gagal ginjal.Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi,pada waktu miksi penderita harus selalu mengedan sehingga lama – kelamaan menyebabkan hernia atau haemoroid karena selalu terdapat sisa urine dapat terbentuk batu endapan di dalam vesika.Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria.Batu tersebut dapat pula menyebabkan sistisis dan bila terjadi refluks dapat terjadi pielonefritis.
c. Derajat Benigna Prostat Hipertropi ( BPH )
Secara klinis derajat berat ringanya gejala klinik Benigna Prostat Hopertropi ( BPH ) di bagi menjadi empat gradasi yaitu :
1) Derajat I
• Beratnya + 20 gram
• Ditemukan keluhan prostatismus
• Pada pemeriksaan colok dubur ditemukan penonjolan prostat dan sisa urine < 50 ml

B. Derajat II
• Beratnya 20 – 40 gram
• Ditemukan tanda dan gejala pada derajat I
• Prostat lebih menonjol,batas atas masih teraba
• Urine > 50 ml tetapi kurang 100 ml
C. Derajat III
• Beratnya > 40 gram
• Seperti pada derajat II
• Batas prostat tidak teraba lagi
D. Derajat IV
• Terjadi Retensi urine total.
d. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik
1) Pemeriksaan Laboratorium
• Pemeriksaan DL,faal ginjal,serum elektrolit dan kadar gula digunakan untuk memperoleh data dasar keadaan umum klien.
• Pemeriksaan urine lengkap dan kultur
• PSA ( Prostatik Spesifik Antigen ) penting diperiksa sebagai kewaspadaan adanya keganasan.
2) Pemeriksaan Uroflowmetri
Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urine.Secara Obyekti pancaran urinre dapat diperiksa dengan uroflowmetri dengan penilaian :
a) Flow rate maksimal > 15 ml /dtk = Non Obstruktif
b) Flow rate maksimal 10 – 15 ml/dtk = Border line
c) Flow rate maksimal < 10 ml/dtk = Obstuktif
3) Pemeriksaan Imaging dan Rontgen
a) BOF ( Buik Overzich ) untuk melihat adanya batu dan metastase pada tulang.
b) USG (Ultrasonografi ) digunakan untuk memeriksa konsistensi volume dan besar prostat juga keadaan buli-buli termasuk residual urine .Pemeriksaan dapat dilakukan
c) IVP ( Pyelografi Intravena )
Digunakan untuk melihat pungsi eksresi ginjal dan adanya hirdonefrosis.
d) Pemeriksaan Panendoskop
Untuk mengetahui keadaan uretra dan Buli - buli
e. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksaan medis yang dapat dilakukan adalah :
1) Observasi ( Watcfull Waiting )
• Dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan
• Anjuran yang biasa diberikan dengan mengurangi minum setelah makan malam
• Mengurangi minum kopi / alkohol
2) Therapi Medikamentosa
a) Penghambat adrenergik
Obat yang digunakan adalah prasosin, dexazosin, terazosin, afluzosin, obat yang menghambat reseptor – reseptor yang banyak di temukan pada otot polos di trigonum,leher vesika.
b) Penghambat Ensim 5-a reduktase
Obat golongan ini dapat menghambat pembentukan OHT sehingga prostat yang membesar akan mengecil.
c) Filo Therapi
Pengobatan filotherapi yang ada di indonesia antara lain epiprostat.Efek sampingnya diharapkan terjadi setelah pemberian selama 1 – 2 bulan.
3) Pembedahan
a) Indikasi pembedahan pada BPH :
• Pasien yang mengalami retensi urine atau pernah retensi urine akut.
• Pasien dengan residual > 100 ml
• Pasien dengan penyulit
• Therapi medikamentosa tidak berhasil
• Flowmeter menunjukan pada obstruksi
b) Pembedahan dapat dilakukan dengan :
a) TURP ( Trans Uretral Reseksi Prostat 90 – 95 % )
b) Retropubic atau extraventricul prostatektomy
c) Perianal Prostatektomy
d) Suprapubic atau prostatektomy
4) Alternatif lain misalnya : Kriyoterapi,Hipertermia,Termoterapi,Terapi Ultrasonik.
d. Penatalaksanaan post prostaktetomy di ICU
1) Awasi ABC (airway, breathing dan circulation)
2) Irigasi ( 6 jam pertama 60 tetes, selanjutnya 40 tetes, 30 tetes, 20 tetes sampai urine warnanya jernih)
3) Posisi tidur (posisi V)
2) Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Post Op Benigna Prostat Hipertropi
1) Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan. Pada tahap ini akan dilaksanakan pengumpulan, penganalisaan data, perumusan masalah dan diagnosa keperawatan.
1) Pre operasi
a) Data subyektif
• Pasien mengatakan panas saat kencing
• Pasien mengatakan sering kencing dimalam hari
• Pasien saat kencing sedikit mengedan
• Pasien mengatakan kencingnya terputus – putus
• Pasien mengatakan nyeri saat berkemih
b) Data obyektif
• Pasien mengatakan cemas dengan penyakitnya dan prodsedur pembedahan
• Pasien mengeluh lemas
• Pasien mengatakan sering terbangun di malam hari untuk kencing
2) Post operasi
a) Data subyektif
• Pasien merasa cemas dengan keadaannya
• Pasien mengeluh kencing tidak terasa
• Pasien mengatakan nyeri pada luka operasi
• Pasien mengatakan ragu untuk berkemih
b) Data obyektif
• Pasien terpasang three way chateter
• Terdapat perdarahan post operasi
• Terdapat draine berwarna cairan merah dan tertampung dalam urine bag
• Pasien tampak meringgis di tempat tidur
• Aktivitas terbatas dan semua kebutuhan dibantu
Diagnosa Keperawatan
1) Pre operasi
a) Retensi urine berhubungan dengan penyumbatan sfingter skunder akibat pembesaran prostat
b) Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan spasme otot skunder akibat BPH
c) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
d) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit,proses pengobatan dan pembedahan.
e) Resiko infeksi berhubungan dengan residual urine akibat pembesaran prostate.
2) Post operasi
a) Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme otot sekunder terhadap pembedahan (Benigna Prostat Hipertropi ).
b) Risiko infeksi berhubungan dengan adanya luka post operasi BPH.
c) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan masukan oral
d) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik sekunder akibat operasi..
e) Pola eleminasi urine berhubungan dengan efek – efek pembedahan sfingter kandung kemih skunder terhadap pasca prostatektomy
f) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi penyakit,prognosis,kebutuhan pengobatan.
2) Perencanaan
Pada tahap ini diawali dengan membuat prioritas diagnosa keperawatan berdasarkan kebutuhan hirarki A.Maslow,Aktual,Resiko, mudah tidaknya masalah untuk di tanggulangi.
Selanjutnya rencana perawatan dibuat berdasarkan diagnosa keperawatan yang ada dan mengacu pada tujuan yaitu :
1) Pre operasi
a) Retensi urine berhubungan dengan penyumbatan spingter sekuder akibat pembesaran prostate.
Tujuan : Berkemih dalam jumlah yang cukup.
Kriteria hasil : Berkemih dengan lancar,tidak teraba distensi kandung kemih
Intervensi :
(1) Dorong masukan cairan samapi 3000 ml sehari,dalam
tolerasi jantung bila di indikasikan
Rasional : Peningkatan aliran cairan mempertahankan ferfusi ginjal untuk membersikan ginjal dan kandung kemih dari pertumbuhan bakteri.
(2) Observasi aliran urine,perhatikan ukuran dan kekuatan
Rasional : Berguna untuk mengevaluasi obtruksi dan pilihan intervensi.
(3) Dorong Pasien untuk berkemih tiap 2-4 jamdan bila tiba-tiba dirasakan.
Rasional : Meminimalkan retensi urine,distensi berlebihan pada kandung kemih.
(4) Awasi dan catat waktu dan jumlah tiap berkemih
Rasional : Retensi urine meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan atas yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal.
(a) Awasi tanda vital dengan ketat
Rasional : Mengetahui perkemabangan pasien terutama tekanan darah apabila meningkat dapat berlanjut ke penurunan fungsi ginjal.
b) Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan sapasme otot sekuder akibat BPH
Tujuan : Nyeri Berkurang/hilang
Kriteria hasil : Ungkapan Nyeri berkurang/terkontrol,tampak rileks mampu tidur atau istirahat dengan tepat
Intervensi :
(1) Kaji nyeri ,Perhatikan lokasi,intesitas ( Skala 0-10 ) ,lamanya
Rasional : Memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan atau keefektifan intervensi
(2) Pertahankan tirah baring bila diindikasikan
Rasional : Tirah baring mungkin diperlukan pada awal selama fase retensi akut.Namun ambulasi dini dapat memperbaiki pola berkemih normal dan menghilangkan nyeri
(3) Berikan tindakan kenyamanan,contoh : Pijatan punggung membantu pasien melakukan posisi yang nyaman mendorong penggunaan relaksasi/latihan nafas dalam = aktifitas terapiutik.
Rasional : Meningkatkan relaksasi,memfokuskan kembali perhatian,dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
(4) Melakukan kateter dan dekatkan untuk kelancaran drainase
Rasional : Meningkatkan relaksasi otot
(5) Kolaborasi dengan tim medis lainnya dalam pemberian analgetik
Rasional : Diberikan untuk menghilangkan nyeri berat,memberikan relaksasi mental dan fisik.
c) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan : Cemas pasien berkurang
Kriteria hasil : Tampak rileks,menyatakan tidak khawatir,tidak emosi,pasien dapat menyebutkan hal-hal yang menyebabkan dirinyan cemas,pasien tidak bertanya – tanya lagi.
Intervensi :
(1) Bina hubungan saling percaya
Rasional : Menunjukan perhatian dan keinginan untuk membantu dalam diskusi subjek sensitif
(2) Berikan Informasi tentang prosedur dan tes khusus,dan apa yang terjadi.contoh kateter,urine berdarah,iritasi kandung kemih,ketahui seberapa banyak informasi yang diinginkan pasien.
Rasional : Membatu pasien memahami tujuan dari apa yang dilakukan,dan mengurangi masalah karena ketidaktahuan termasuk ketakutan akan kanker.Namun kelebihan informasi tidak membantu dan dapat meningkatkan asites.
(3) Pertahankan prilaku nyata dalam melakukan prosedur/menerima pasien,lindungi privasi pasien.
Rasional : Menyatakan penerimaan dan menghilangkan ras malu pasien.
(4) Motivasi pasien/orang terdekat untuk menyatakan masalah/perasaan
Rasional : Mendifinisikan masalah,memberikan kesempatan untuk menjawab pertayaan,memperjelas kesalahan konsep,dan solusi pemecahan masalah.
(5) Beri penguatan informasi pasien yang telah diberikan sebelumnya.
Rasional : Memungkinkan pasien untuk menerima kenyataan dan menguatkan kepercayaan pada pemberian perawatan dan pemberian informasi.
d) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit,proses pengobatan dan pembedahan.
Tujuan : Pengetahuan pasien bertambah
Kriteria hasil : Menyatakan pemahaman proses penyakit/ prognosis mengidentifikasikan hubungan/tanda gejala proses penyakit melakukan perubahan pola hidup/perilaku yang perlu berpartisipasi dalam program pengobatan..
Intervensi :
(1) Kaji ulang proses penyakit,pengalaman pasien
Rasional : Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi terapi.
(2) Dorong menyatakan rasa takut / perasaan dan perhatian
Rasional : Membantu pasien mengontrol perasaan dapat merupakan rehabilitasi vital.
(3) Anjurkan menghindari makanan berbumbu,kopi,alkohol, mengemudikan mobil lama,pemasukan cairan cepat.
Rasional : Dapat menyebabakan iritasi prostat dengan masalah kongesti.Peningkatan tiba-tiba pada aliran urine dapat menyebabkan distensi kandung kemih dan kehilangan tonus kandung kemih mengakibatkan retensi urinaria akut.
(4) Berikan informasi tentang anatomi dasar seksual,dorong pertanyaan dan tingkatkan dialog tentang masalah
Rasional : Memiliki informasi tentang anatomi membantu pasien memahami implikasi tindakan lanjut,sesuai dengan efek penampilan seksual.
(5) Beri penguatan pentingnya evaluasi medik untuk sedikitnya 6 bulan – 1 tahun termasuk pemeriksaan rektal urinal sisa
Rasional : Hipertropi berulang dan atau infeksi disebabkan oleh organisme yang sama atau berbeda
e) Resiko infeksi berhubungan dengan residu urine akibat pembesaran prostat
Tujuan : Resiko infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil : - WBC normal : 4 -11 10 ^ 3/uL
(i) Tanda-tanda vital noramal S=36°C
(ii) Tanda-tanda infeksi tidak ada ( Kalor, Rubor,Dulor,Tomor,Fungsilasia )
Intervensi :
(1) Anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan kulit di sekitar kemaluan
Rasional : agar kuman tidak berkembang biak.
(2) Observasi tanda-tanda vital ( TVV )
Rasional : Mengetahui perkembangan lebih lanjut,terutama suhu,suhu meningkat merupakan salah satu tanda – tanda infeksi.
(3) Observasi tanda-tanda infeksi seperti : kalor,rubor,dolor, tumor,fungsilasia
Rasional : Mengetahui secara dini tanda-tanda infeksi dan keefektifan intervensi
(4) Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium
Rasional : Pemeriksaan WBC menunjukan tanda-tanda infeksi
(5) Kolaborasi dalam pemberian antibiotik
Rasional : Antibiotik mencegah terjadinya infeksi.

2) Post operasi
a) Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme otot sekunder terhadap pembedahan (appendiktomi).
Tujuan : nyeri hilang atau terkontrol
Kriteria hasil : pasien tampak rileks, mampu tidur atau istirahat dengan baik, nadi 80-84 x/menit, pasien tidak meringgis, skala nyeri ringan (1-3)
Intervensi :
(1) kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (skala 0-10)
Rasional : perubahan karakteristik nyeri menunjukkan
terjadinya abses / peritonitis, memerlukan upaya
evaluasi medik dan intervensi.
(2) Pertahankan istirahat dengan posisi fowler
Rasional : menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang.
(3) Ajarkan tehnik distraksi dan relaksasi
Rasional : meningkatkan relaksasi dan dapat
meningkatkan kemampuan koping),
(4) Berikan analgetik sesuai indikasi
Rasional : menghilangkan nyeri mempermudah kerjasama
dengan intervensi terapi lain.
(5) observasi vital sign
Rasional : respon nyeri meliputi perubahan td, nadi dan
pernafasan yang berhubungan dengan keluhan
dan tanda vital memerlukan evaluasi lanjut.
(b) Berikan lingkungan yang tenang
Rasional : menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar.
b) Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka post operasi BPH
Tujuan : tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil : tanda-tanda infeksi tidak ada, mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, hasil lab. WBC (4,00-11,00 k/ul), bebas drainase purulen atau eritema dan demam.
Intervensi :
(1) Gunakan tehnik aseptik pada semua prosedur perawatan dan rawat luka dengan tehnik streril
Rasional : mikroorganisme bisa masuk pada setiap prosedur yang dilakukan.
(2) Observasi tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, tumor, rubor, fungsio lasea)
Rasional : infeksi atau tidak sehingga dapat memberikan
tindakan yang cepat dan tepat.
(3) Observasi tanda-tanda vital
Rasioanal : dengan adanya infeksi dapat terjadi sepsis

(4) Delegatif dalam pemberian obat antibiotika
Rasional : antibiotika dapat membunuh kuman penyebab Infeksi.
(5) Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium
Rasional : mengetahui secara dini adanya infeksi di dalam
Tubuh.
c) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mengontrol perdarahan.
Tujuan : Volume cairan adekuat dan tidak ada perdarahan
Kriteria hasil : Hidrasi adekuat,tanda-tanda vital stabil,nadi perifer teraba,pengisian kapiler baik,membran mukosa lembab.
Intervensi :
(1) Awasi tanda – tanda vital,terutama suhu,nadi dan respirasi
Rasional : Pasien yang menjalani prostatektomy beresiko untuk syok bedah/septik sehubungan dengan manipulasi/istrumentsi.
(2) Awasi pemasukan dan pengeluaran cairan
Rasional : Indikator keseimbangan cairan dan kebutuhan penggatian.
(2) Motivasi pemasukan cairan 3000 ml/hari kecuali kontarindikasi



Rasional : Membilas ginjal/kandung kemih dari bakteri dan
debris tetapi dapat mengakibatkan intoksikasi
cairan/kelebihan cairan bila tidak diawasi
dengan ketat.
(4) Evaluasi warna konsistensi urine ( merah terang ,keruh gelap,atau dengan bekuan gelap )
Rasional : Mengindikasikan perdarahan arterial dan perlu
terapi cepat ,perdarahan dari vena, atau
menunjukan diskrasia darah ( masalah pembekuan sistemik )
(5) Kendorkan traksi 4-5 jam.Catat periode pemasangan dan pengendoran traksi,bila digunakan
Rasional : Traksi lama dapat menyebabkan trauma atau masalah permanen dalam mengontrol urine.
(6)Kolaborasi dengan tim medis dalam pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi.
Rasional : Untuk evaluasi kehilangan darah / kebutuhan penggantian..
d) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik sekunder akibat operasi
Tujuan : pasien dapat melakukan aktivitas secara bertahap
Kriteria hasil : pasien dapat memnuhi kebutuhan ADL secara
bertahap, pasien dapat melakukan mobilisasi secara bertahap.
Intervensi :
(1) Kaji kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan
Rasional : untuk mengetahui kemampuan pasien dalam
memenuhi ADLnya.
(2) Kaji keseimbangan/kelemahan otot
Rasional : untuk mengetahui kemampuan pasien untuk
melakukan mobilisasi.
(3)Lakukan mobilisasi secara bertahap sesuai kondisi pasien Rasional : untuk mencegak kontraktur .
e) Perubahan pola eleminasi urine berhubungan dengan efek-efek pembedahan sfingter kandung kemih skunder terhadap pasca prostatektomy.
Tujuan : Pola eleminasi urine kembali normal
Kriteria hasil : Berkemih dengan jumlah normal tanpa retensi dan pola eleminasi urine tidak mengalami obtruksi
Intervensi :
(1) Kaji uretra atau kateter supra pubis terhadap kepatenan
Rasional : Memperthankan kepatenan kateter pada tempatnya
(2) Kaji warna,kateter dan aliran urine serta adanya bekuan melalui kateter tiap 2 jam
Rasional : Mengindikasikan adanya sumbatan oleh karena perdarahan pembentukan bekuan,dan pembenaman kateter pada distensi kandung kemih.
(5) Catat jumlah irigasi dan haluaran urine,kurangi irigan dengan haluaran,laporkan retensi dan haluaran urine 30 ml/jam
Rasional : Memperthankan hidrasi adekuat adn perfusi ginjal untul aliran urine,penjadwalan masukan cairan menurunkan berkemih atau gangguan tidur selama malam hari
(4) Pertahankan irigasi kandung kemih kontinu sesuai indikasi
Rasional : Menghindari terjadinya obstruksi,mencuci kandung kemih dari bekuan darah atau debris sehingga mempertahankan patensi kateter atau aliran urine
(5) Gunakan salin normal steril untuk irigasi sesuai pesanan,pertahankan tehnik steril dan atur aliran,lakukan 40 sampai 60 tetes/menit.
Rasional : Irigasi dengan suhu normal ( isotonik ) akan meminimalkan kehilangan untuk mempertahankan
(6) Setelah kateter dilepas ukur urine setiap berkemih, observasi kekuatan aliran.
Rasional : Berkemih dapat berlanjut menjadi masalah untuk beberapa waktu karena edema uretra dan kehilangan tonus.
f) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit, prognosis, kebutuhan pengobatan
Tujuan : menambah infomasi tentang penyakit, prognosis, kebutuhan pengobatan
Kriteria hasil : dengan tepat menunjukkan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alas an suatu tindakan.
Intervensi :
(1) Tinjau ulang pembedahan/prosedur khusus yang dilakukan dan harapan masa depan
Rasional : Sediakan pengetahuan dasar di mana pasien dapat membuat pilihan.
(2) Tinjau ulang dan minta pasien/orang terdekat untuk menunjukkan perawatan luka jika di indikasikan
Rasional : meningkatkan kompetensi perawatan diiri dan meningkatkan kemandirian
(3) Tinjau ulang penghindaran faktor-foktor resiko misalnya pemanjanan pada lingkungan/orang yang terinfeksi
Rasional : mengurangi potensial untuk infeksi yang diperoleh
(4) Diskusikan terapi obat-obatan, meliputi penggunaan resep dan analgetik yang di jual bebas
Rasional : meningkatkan kerja sama dengan regimen, mengurangi resiko reaksi merugikan/efek-efek yang tidak menguntungkan.

3) Pelaksanaan
Pelaksanaan merupakan realisasi dari pengkajian dan penentuan diagnosa keperawatan. Pada tahap ini dilakukan pelaksanaan dari rencana yang telah ditentukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal. Pelaksanaan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan ( Nursalam, 2001).
4) Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi dilakukan untuk secara terus menerus pada respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi dua yaitu evaluasi proses atau formatif dilakukan setiap selesai melakukan tindakan, evaluasi hasil atau evaluasi sumatif dilakukan dengan membandingkan respon pasien pada tujuan yang telah ditentukan. Respon klien terhadap tindakan, dilakukan secara terus menerus setiap selesai melakukan tindakan yang ingin dicapai adalah :
1) Pre operasi
a) Retensi urine tidak terjadi
b) Nyeri berkurang atau hiang
c) Cemas pasien berkurang atau hilang
d) Pengetahuan pasien bertamabah
e) Infeksi tidak terjadi
2) Post operasi
a) Nyeri hilang atau terkontrol, infeksi tidak terjadi
b) Infeksi tidak terjadi
c) Resiko kekurangan volume Cairan tidak terjadi
g) Pasien mampu memenuhi ADL secara mandiri
h) Gangguan pola eliminasi tidak terjadi
i) Pengetahuan pasien bertambah.














B. TINJAUAN KASUS
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 21 Mei 2010 pada pukul : 08 30 wita di ruang ICU RSUD Wangaya dengan tehnik wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan catatan medik pasien.
a. Pengumpulan data Pasien Penanggung
1) Identitas pasien
Nama : W.S W.Su
Umur : 67 thn 46 thn
Jenis kelamin : Laki-laki Laki - laki
Status : kawin kawin
Suku bangsa : Bali/Indonesia Bali/Indonesia
Agama : Hindu Hindu
Pendidikan : SMP PT
Pekerjaan : Petani Swasta
Alamat : Banjar Selabih,Tabanan
2) Alasan dirawat
a) Keluhan utama
(1) Saat masuk rumah sakit
Tidak bias kencing ( Seret dan menetes )
(2) Saat pengkajian
Pasien mengeluh sakit pada daerah luka operasi


b) Riwayat penyakit
Pasien mengatakan sejak 5 tahun yang lalu sudah mengalami gangguan kencing yaitu setiap kencing seret, pasien mengatakan sudah melakukan pengobatan ke dokter dan mengkonsumsi obat cina + 1 bulan, setelah mengkonsumsi obat selama 1 bulan pasien mengatakan keluhannya hilang karena keluhannya sudah hilang pasien tidak lagi kontrol ke dokter maupun minum obat cina.
Pasien mengatakan 15 hari yang lalu (6 Mei 2010) sakitnya kumat lagi yaitu mengalami kencing seret dan nyeri setiap akan kencing, lalu oleh keluarga pasien diajak berobat ke RSU Tabanan, setelah diperiksa oleh dokter pasien disarankan untuk operasi lagi 1 bulan menunggu jadwal operasi. Selama menunggu pasien diberi obat 3 jenis yang harus di minum rutin setiap hari selama 1 minggu. setelah minum obat yang diberikan oleh dokter, pasien mengatakan keluahannya tidak ada perubahan, karena tidak tahan dengan keluhan yang dirasakan dan harus menunggu jadwal operasi lagi 1 bulan, agar cepat mendapat penanganan pada tanggal 18 Mei 2010 oleh keluarga pasien diajak berobat ke RSUD Wangaya. Setelah mendapat pemeriksaan oleh dokter pasien didiagnosa menderita BPH Grade III Pasien kemudian disarankan untuk operasi pengangkatan prostat ( Prostatektomy ).Setelah mendapat persetujuan dari keluarga dan konsul dokter anastesi,ditetapkan jadwal tgl. 19 Mei 2010.Kemudian diantar ke ruang Flaminggo untuk mendapat perawatan persiapan operasi Spt: cukur pubis dan lavemen.Pada tanggal 19 Mei 2010 jam 08.30 Wita pasien dibawa ke ruang operasi,jam 09.00 Wita pasien mulai menjalani operasi dan selesai jam 11.00 Wita.
Diagnosa Medis Tgl 19 Mei 2010 : Post Op BPH Grade III
Therapi tanggal 19 Mei 2010 : - IVFD RL 28 Tetes/menit
- Cepotaxim 3 x 2 gram
- Kalnex 3 x 1 gram
- Ranitidin 3 x 1 Amp
- Traksi 24 jam
- Diet bubur.
3) Riwayat penyakit sebelumnya
Pasien mengatakan tidak pernah menderita penyakit haemofili, jantung dan ginjal, pasien mengatakan tidak pernah menderita penyakit yang parah yang menyebabkan harus dirawat di rumah sakit.
4) Riwayat dalam keluarga
Pasien mengatakan dalam keluarga tidak ada yang memiliki riwayat penyakit BPH seperti yang dialami pasien. Dalam keluarga pasien tidak ada riwayat penyakit keturunan seperti DM, jantung, maupun asma dan penyakit menular seperti TBC paru, hepatitis.


5) Data Bio – Psiko – Sosial – Spiritual
a) Data biologis
(1) Bernafas
Pasien mengatakan sebelum sakit dan saat pengkajian tidak mengalami kesulitan dalam bernafas baik dan mengirup dan menghembuskan nafas.
(2) Makan dan minum
Makan : sebelum sakit pasien mengatakan biasa makan 3 x sehari dengan menu nasi, lauk pauk dan sayur habis 1 porsi setiap kali makan. Saat pengkajian pasien mengatakan makan bubur biasa dan habis ¾ porsi yang disediakan rumah sakit setiap hari
Minum : sebelum sakit pasien mengatakan biasa minum + 6-8 gelas setiap hari (+ 1200-1600 cc). Saat pengkajian pasien mengatakan minum + 1-2 gelas (+ 200-400 cc/hari)
(3) Eliminasi
BAB : sebelum sakit pasien mengatakan biasa BAB 1 kali pada pagi hari dengan konsisitensi lembek, warna kuning, bau faeces, tidak ada lendir dan darah. Saat pengkajian pasien mengatakan sejak opname belum BAB.
BAK : sebelum sakit pasien mengatakan biasa kencing 4-5 kali sehari ( + 800 – 1000 cc) dengan warna putih kekuningan dan bau pesing. Saat pengkajian pasien terpasang tree way kateter oleh karena masih dilakukakan irigasi, urine tampung + 200 cc, warna kuning bercampur darah. Pasien mengatakan kencing tidak terasa.
(4) Gerak dan aktifitas
Sebelum sakit pasien mengatakan biasa melakukan aktifitas sehari-hari sebagai sebagai petani. Saat pengkajian pasien mengatakan badannya terasa lemah dan hanya bisa miring kanan dan kiri di tempat tidur di bantu oleh istrinya. Pasien mengatakan semua kebutuhannya seperti makan, minum, BAB, BAK, berpakaian dan mandi di bantu oleh istrinya. Pasien tampak lemah
(5) Istirahat dan tidur
Sebelum sakit pasien mengatakan tidak mengalami kesulitan dalam istirahat dan tidur, pasien mengatakan biasa tidur malam pukul 21 00 – 05 00 wita dan tidur siang + 1 jam. Saat pengkajian pasien mengatakan tidur pukul 20.00 – 05.00 wita, pasien mengatakan bisa tidur siang + 1 – 2 jam.
(6) Kebersihan diri
Sebelum sakit pasien mengatakan mandi 2 x sehari dengan mengunakan sabun, gosok gigi 2 x sehari dengan sikat gigi dan odol, cuci rambut + 2 x seminggu menggunakan shampo. Saat pengkajian pasien mengatakan hanya dilap saja di tempat tidur oleh istrinya, tidak gosok gigi hanya berkumur setelah makan. Pasien tampak bersih, kebutuhan dalam kebersihan diri di Bantu oleh istrinya.
(7) Berpakaian
Sebelum sakit pasien mengatakan biasa mengganti pakaian satu kali sehari sehabis mandi. Saat pengkajian pasien mengatakan belum mengganti pakaian dari kemarin setelah operasi. Pasien tampak masih mengenakan pakaian operasi, baju pasien tampak bersih.
(8) Pengaturan suhu tubuh
Pasien mengatakan sebelum sakit tidak pernah mengalami peningkatan suhu tubuh.
b) Data psikologis
(1) Rasa nyaman
Saat pengkajian pasien mengatakan sakit pada daerah luka operasi, nyeri dirasakan seperti di tusuk-tusuk dan skala nyeri 5 (sedang) dari 10 skala nyeri yang diberikan dan nyerinya bertambah bila badannya digerakkan. Pasien tampak kesakitan dan meringgis saat badannya digerakkan.
(2) Rasa aman (cemas)
Saat pengkajian pasien mengatakan takut dan cemas dengan keadaannya, pasien mengatakan ingin cepat pulang dan tidak tahu tentang penyakit, penyebab, prognosis, pengobatan dan perawatan. Keluarga pasien tampak bertanya-tanya tentang keadaan pasien, pasien dan keluarga tampak cemas dan gelisah, ekpresi wajah pasien mengkerutkan alisnya, pasien tampak tegang.
c) Data sosialisasi
(1) Sosial
Hubungan pasien dengan keluarga, perawat dan lingkungan sekitarnya baik pasien kooperatif dalam memberikan informasi data dan kooperatif dalam menerima setiap tindakan yang diberikan.
(2) Bermain dan rekreasi
Pasien mengatakan sebelum sakit jarang bepergian dan berekreasi dan lebih sering tinggal dirumah saat pengkajian pasien hanya berbaring di tempat tidur dan ditemani oleh istrinya
(3) Prestasi
Pasien mengatakan tamatan SD dan tidak memiliki prestasi yang dapat dibanggakan.
(4) Pengetahuan belajar
Pasien mengatakan sudah mendapatkan informasi tentang penyakitnya sebelum dioperasi. Pasien mengatakan kurang mengerti dan pemahamannya kurang tentang penyakitnya, penyebab, prognosis, pengobatan dan perawatan penyakitnya.
d) Data spiritual
Pasien mengatakan beragam hindu dan biasa sembahyang pada hari-hari tertentu saja. Saat pengkajian pasien mengatakan hanya dapat berdoa di tempat tidur saja.
6) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
(1) Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)
(2) Postur tubuh : tidak bisa dievaluasi
(3) Bangun tubuh : tidak evaluasi
(4) Keadaan kulit : Turgor kulit elastis
(5) Gerak motorik : Terbatas karena nyeri pada daerah operasi
b) Gejala kardinal
(1) Suhu : 36,5° c
(2) Nadi : 88 x / menit
(3) Tekanan darah : 120/80 mmhg
(4) Respirasi : 20x/menit
c) Ukuran – ukuran
(1) BB sebelum sakit : 55 kg
(2) BB saat pengkajian : 55 kg
(3) Tinggi badan : 165 cm
d) Keadaan fisik
(1) Kepala : penyebaran rambut merata, rambut hitam tampak lengket dan kotor, benjolan tidak ada, nyeri tekan tidak ada.
(2) Muka : bentuk muka oval, lesi tidak ada, benjolan tidak ada, nyeri tekan tidak ada
(3) Mata : mata kanan dan kiri simetris, dapat melihat dengan jelas, gerakan mata terkoordinir, koyungtiva merah muda, sclera putih, reflek pupil isokor, nyeri tekan tidak ada.
(4) Hidung : sekret tidak ada, pasien dapat mencium bau-bauan disekitarnya, pembesaran polip tidak ada, mukosa merah muda, nyeri tekan tidak ada.
(5) Telinga : telinga kanan dan kiri simetris, serumen ada, mampu mendengar suara dengan jelas, nyeri tekan tidak ada.
(6) Mulut : mukosa bibir kering, carrier gigi tidak ada, pembesaran tonsil tidak ada, gigi tampak kotor, kebersihan mulut kurang
(7) Leher : bendungan vena jugularis tidak ada, pembesaran kelenjar limfe tidak ada, pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, lesi tidak ada, dapat menelan, nyeri tekan tidak ada.
(8) Thorax : pergerakan dada simetris, retraksi otot dada tidak ada, suara perkusi resonan, suara nafas vesikuler, wheesing tidak ada, ronchi tidak ada, ictus cordis tidak ada, kardiomegali tidak ada, bunyi jantung S1S2 tunggal regular, suara perkusi redup.
(9) Abdomen : Asites tidak ada,Distensi tidak ada peristaltik usus 12x/menit,terdapat luka post operasi + 10 cm tertutup gaas steril dan hypavik,dan terdapat selang drain.
(10) Ekstremitas
Atas : pada tangan kanan terpasang infus dex 5% 20 tetes / menit, gerakan tangan lemah, kuku pendek, jari-jari tangan tampak kotor tidak ada tanda plebitis.
Bawah : pergerakan kaki terbatas karena nyeri, kekuatan otot 555 555
Atas dan bawah 555 555
(11) Genetalia : rambut pubis dicukur, kebersihan cukup, tampak terpasang tree way cateter
(12) Anus : hemoroid tidak ada, kebersihan cukup
7) Data penunjang
Hasil laboratorium tanggal 19 Mei 2010
Hasil Nilai normal
WBC 18,6 k/ul 4,5 – 11,0
RBC 5,11L 3,80 – 5,80
HCT 43,1 L 35,0 – 50,0
McV 83,2 Fl 80,0 – 97,0
McH 29,0 26,5 – 33,5
McHc 34,8 31,5 – 35,0
PLT 292 200 – 400
LY 19,4 % L 200 – 400
MO 2,6 2,0 – 8,0
GR 78,0 % 42,0 – 85,0
RDW 12,2 % 11,5 – 14,5
PCT 0,16 % 0,08 – 1,00
MPV 5,7 Fl 6,0 – 10,0
PDW 18,6 H % 10,0 – 15,0

Faal Hemostasis Hasil Harga Normal
Masa perdarahan/bleeding time 1'30” mnt 1-6 menit
Masa pembekuan/cloting time 6”10” mnt 10-15 menit
APTT/activated partial prothrombin tiome 34,9 dtk 27,0-39,0 dtk
PT/prothrombin time 17,9 dtk 13,5-18,1 dtk






b. Analisa data
TABEL 1
ANALISA DATA PASIEN W.S DENGAN POST OP BPH
GRADE III HARI KE 2 DI RUANG ICU RSUD WANGAYA
TANGGAL 21 MEI 2010

No Data Subyektif Data Obyektif Kesimpulan
1 2 3 4
1












2




3









4










5
 Pasien mengatakan perutnya sakit pada daerah luka operasi
 Pasien mengatakan nyeri seperti di tusuk – tusuk.
 Skala nyeri 5 (sedang) dari 10 skala nyeri yang diberikan.
 Pasien mengatakann nyerinya bertambah saat badannya di gerakkan.









 Keluarga pasien mengatakan takut dan cemas dengan keadaan pasien
 Pasien mengatakan ingin cepat pulang
 Keluarga pasien mengatakan tidak tahu tentang penyakit, penyebab dan pengobatan pasien.



• Saat pengkajian pasien mengatakan badannya terasa lemah dan hanya bisa miring kanan dan kiri di tempat tidur di bantu oleh istrinya.
• Pasien mengatakan semua kebutuhannya seperti makan, minum, BAB, BAK, berpakaian dan mandi di bantu oleh istrinya. Pasien tampak lemah

Pasien mengatakan kencing tidak terasa  Pasien tampak kesakitan dan meringgis saat badannya digerakkan.
 Pasien tampak sering memegang perutnya saat bergerak.
 Terdapat luka operasi sepanjang 10 cm
 Nadi 80 x / menit
 Tensi 120/80 mmhg



 Terdapat luka operasi sepanjang 10 cm
 Terpasang infus ditangan kanan

 Keluarga pasien tampak bertanya-tanya tentang keadaan pasien
 Pasien dan keluarga tampak cemas dan gelisah
 Ekspresi wajah pasien mengerutkan alis
 Pasien tampak tegang


• Pasien tampak lemah
• Pasien hanya terbaring ditempat tidur
• ADL dibantu sepenuhnya oleh keluarga






• Tampak terpasang tree way kateter
• urine tampung + 200 cc, warna kuning bercampur darah.
• Masih dilakukan irigasi
Urine Nyeri (acut)












Resiko infeksi



Ansietas









Intoleransi aktivitas









Perubahan pola eleminasi urine
b. Rumusan masalah
1) Nyeri (Akut)
2) Risiko infeksi
3) Ansietas
4) Intoleransi aktivitas
5) Perubahan elimanasi urine
c. Analisa masalah
1) P : Nyeri (Akut)
E : Trauma jaringan dan spasme otot sekunder terhadap pembedahan.
S : Pasien mengatakan perutnya sakit pada daerah luka operasi, pasien mengatakan nyeri seperti di tusuk – tusuk, skala nyeri 5 (sedang) dari 10 skala nyeri yang diberikan, pasien mengatakan nyerinya bertambah saat badannya di gerakkan. Pasien tampak kesakitan dan meringgis saat badannya digerakkan, pasien tampak sering memegang perutnya saat bergerak, terdapat luka operasi bawah , nadi 80 x / menit, tensi 120/80 mmhg.
Proses terjadi
Karena adanya luka post operasi BPH mengakibatkan adanya jaringan / saraf yang rusak, sehingga impuls ini diantarkan ke otak melalui saraf afferen kemudian di persepsikan dan di tranfer kembali melalui saraf aferen ke perifir sehingga pasien merasakan nyeri pada area luka.
Akibat bila tidak ditanggulangi
Pasien menjadi tidak nyaman dan dapat mengganggu istirahat dan tidur pasien.

2) P : Risiko infeksi
Faktor resiko : sisi masuknya organisme sekunder terhadap pembedahan (luka operasi) dan adanya jalur invasif.
Proses terjadinya
Dengan adanya luka pada organ terlebih lagi luka terbuka yang masih basah dan terpasangnya infus adalah media yang sangat baik bagi kuman untuk berkembang biak dan menginfeksi luka yang akan memperberat dari pada luka itu sendiri.
Akibat bila tidak ditanggulangi
Akan menghambat proses penyembuhan luka dan akan terjadi infeksi.
3) P : Ansietas
E : Kurang informasi tentang penyakit, penyebab, prognosis, pengobatan dan perawatan
S : Keluarga pasien mengatakan takut dan cemas dengan keadaan pasien, pasien mengatakan ingin cepat pulang, keluarga pasien mengatakan tidak tahu tentang penyakit, penyebab dan pengobatan pasien, keluarga pasien tampak bertanya-tanya tentang keadaan pasien, pasien dan keluarga tampak cemas dan gelisah, ekspresi wajah pasien mengerutkan alis
pasien tampak tegang

Proses terjadinya
Karena kurangnya pengetahuan dan kurangnya informasi pasien tentang penyakit, penyebab, prognosis, pengobatan dan perawatan penyakitnya ditambah pandangan pasien terhadap penyakitnya kurang dapat menyebabkan pasien menjadi cemas.
Akibat bila tidak ditanggulangi
Pasien menjadi tidak kooperatif terhadap tindakan yang dilakukan.
4) P : Intoleransi aktivitas
E : Peningkatan kebutuhan metabolik sekunder akibat operasi
S : pasien mengatakan badannya terasa lemah dan hanya bisa miring kanan dan kiri di tempat tidur di bantu oleh istrinya. Pasien mengatakan semua kebutuhannya seperti makan, minum, BAB, BAK, berpakaian dan mandi di bantu oleh istrinya. Pasien tampak lemah, pasien hanya terbaring di temapt tidur, ADL sepenuhnya dibantu oleh keluarga.
Proses terjadinya :
Adanya tindakan operasi akan mengakibatkan peningkatan metabolik, karena untuk melakukan aktivitas diperlukan kalori yang didapatkan lewat asupan makanan yang adequat. pada pasien dimana kurangnya asupan nutrisi dan kurangnya mobilisasi yang diberikan sehingga pasien akan mengalami keterbatasan dalam melakukan aktivitas.
Akibat :
Pasien tidak bisa melakuakan aktivitas untuk memenuhi ADLnya
5) P : perubahan pola eliminasi urine
E : efek pembedahan sfingter kandung kemih skunder terhadap pasca prostatektomy.
S : pasien mengatakan kencing tidak terasa, tampak terpasang tree way kateter, urine tampung + 200 cc, warna kuning bercampur darah, masih dilakukan irigasi urine
Proses terjadinya :
Akibat pembesarn kelenjar prostat, maka dilakuan tindakan penbedahan prostaktektomy, dilakukan insisi mulai dari supra pubis sampai bagian perut sampai fase rectum sehingga terjadi perdarahan pada ureter sehingga harus di bersihkan atau dibilas dengan cairan normalsalin yang dikeluarkan lewat pemasangan kateter
Akibat : sulit berkemih secara spontan
d. Diagnosa keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme otot sekunder terhadap pembedahan (BPH) di tandai dengan Pasien mengatakan perutnya sakit pada daerah luka operasi, pasien mengatakan nyeri seperti di tusuk – tusuk, skala nyeri 5 (sedang) dari 10 skala nyeri yang diberikan, pasien mengatakan nyerinya bertambah saat badannya di gerakkan. Pasien tampak kesakitan dan meringgis saat badannya digerakkan, pasien tampak sering memegang perutnya saat bergerak, terdapat luka operasi sepanjang 10 cm, nadi 80 x / menit, tensi 120/80 mmhg.
2) Risiko infeksi berhubungan dengan sisi masuknya organisme sekunder terhadap pembedahan (luka operasi) dan adanya jalur invasif.
3) Ansietas berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit, penyebab, prognosis dan pengobatan dan perawatan ditandai dengan Keluarga pasien mengatakan takut dan cemas dengan keadaan pasien, pasien mengatakan ingin cepat pulang, keluarga pasien mengatakan tidak tahu tentang penyakit, penyebab dan pengobatan pasien, keluarga pasien tampak bertanya-tanya tentang keadaan pasien, pasien dan keluarga tampak cemas dan gelisah, ekspresi wajah pasien mengerutkan alis, pasien tampak tegang
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik sekunder akibat operasi ditandai dengan pasien mengatakan badannya terasa lemah dan hanya bisa miring kanan dan kiri di tempat tidur di bantu oleh istrinya. Pasien mengatakan semua kebutuhannya seperti makan, minum, BAB, BAK, berpakaian dan mandi di bantu oleh istrinya. Pasien tampak lemah, pasien hanya terbaring di temapt tidur, ADL sepenuhnya dibantu oleh keluarga.
5) Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan efek pembedahan sfingter kandung kemih skunder terhadap pasca prostatektomy yang ditandai dengan pasien mengatakan kencing tidak terasa, tampak terpasang tree way kateter, urine tampung + 200 cc, warna kuning bercampur darah, masih dilakukan irigasi urine
2. Perencanaan
a. Prioritas
Prioritas masalah keperawatan berdasarkan berat ringannya masalah yang dapat mengancam kebutuhan jiwa pasien.
1) Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme otot sekunder terhadap pembedahan ( Benigna Prostat Hipertropi )
2) Risiko infeksi berhubungan dengan sisi masuknya organisme sekunder terhadap pembedahan (luka operasi) dan adanya jalur invasif
3) Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan efek pembedahan sfingter kandung kemih skunder terhadap pasca prostatektomy yang ditandai dengan pasien mengatakan kencing tidak terasa, tampak terpasang tree way kateter, urine tampung + 200 cc, warna kuning bercampur darah, masih dilakukan irigasi urine
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan keletihan sekunder akibat operasi
5) Ansietas berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit, penyebab, prognosis dan pengobatan dan perawatan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar