Jumat, 24 September 2010

SAP WAHAM

SATUAN ACARA PENYULUHAN KESEHATAN
(SAP)

Pokok bahasan : Gangguan jiwa
Sub Pokok Bahasan : Waham
Target dan Sasaran : Mahasiswa S1 Keperawatan
Tempat dan Waktu : Ruang Kuliah waktu (10 menit)
Tanggal : Jumat, 7 Nopember 2008


A. Latar Belakang
Modernisasi dan kemajuan tehnologi membawa perubahan dalam cara berfikir dam dalam pola hidup masyarakat luas. Sejalan dengan modernisasi dan kemajuan tekhnologi, manusia dihadapkan pada perubahan-perubahan yang akan membawa konsekwensi di bidang kesehatan fisik dan jiwa. Perubahan-perubahan dalam kehidupan seseorang, baik perubahan nilai budaya, perubahan system kemasyarakatan, perkerjaan serta adanya ketegangan antara idealisme dan realitas, mengakibatkan timbulnya stress. Bertambahnya stress dalam kehidupan tidak menyebabkan kematian secara langsung, namun beratnya gangguan tersebut menganggu produktivitas hidup seseorang dan dapat menghambat pembangunan. Adannya perubahan dalam kehidupan seseorang, membuat orang tersebut harus mengadakan adaptasi dan menanggulangi stressor tersebut. Tetapi tidak semua orang mampu untuk menghadapi dan menanggulangi stressor tersebut hal ini dapat menjadi sumber tekanan, frustasi dan konflik yang akhirnya dapat menjadi stress baik fisik maupun mental. Kemampuan dalam mengatasi masalah tersebut sangat tergantung pada kemampuan dan ketahanan individu tersebut, sehingga tidak jarang pada beberapa individu akan timbul stress yang memuncak bahkan mengarah pada gangguan jiwa. Salah satu penyakit gangguan jiwa yang menyebabkan klien mengalami gangguan isi pikir : waham
Penyembuhan klien tidak saja dengan pemberian obat, tetapi lebih penting adalah bagaimana perawatan yang diberikan dalam suasana lingkungan yang therapiutik. Untuk itu perawat di tuntut memiliki ketrampilan yang khusus agar dapat memberikan asuhan keperawatan secara optimal dengan menitik beratkan pada keadaan psikososial tanpa mengabaikan fisiknya. Peran perawat dalam perawatan klien dengan gangguan jiwa sangat penting terutama dalam memenuhi dan berupaya seoptimal mungkin mengorentasikan klien ke dalam realita, dengan cara menciptakan lingkungan yang terapiutik, melibatkan keluarga, menjelaskan pola prilaku klien (untuk diskusi membagi pengalaman, mengatasi masalah klien), menganjurkan kunjungan keluarga secara teratur.
B. Tujuan
1. Umum
Setelah diberikan penyuluhan/proses pengajaran selama 10 menit mahasiswa mengetahui tentang gangguan isi pikir waham.
2. Khusus
Setelah diberikan penyuluhan/proses pengajaran selama 10 menit mahasiswa mampu menyebutkan :
a. Pengertian waham
b. Penyebab waham
c. Jenis-jenis waham
d. Tanda dan gejala waham
e. Penanganan Medis
f. Tindakan Keperawatan
C. Materi (terlampir)
D. Metode
1. Ceramah
2. Tanya Jawab
E. Media
1. Transparansi
2. hand out



F. Kegiatan penyuluhan
No Kegiatan Penyuluhan Waktu Kegiatan peserta
1 Pendahuluan
1. Memulai dengan mengucapkan salam
2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan tujuan penyuluhan
4. Menyebutkan materi yang akan disampaikan.
2
1. Menjawab salam

2. Memperhatikan
3. Memperhatikan
4. Memperhatikan
2 Kegiatan inti
1. Mengkaji tingkat pengetahuan mahasiswa.
2. Menjelaskan pengertian waham
3. Menjelaskan penyebab waham
4. Menjelaskan tanda dan gejala waham
5. Menjelaskan penanganan medis
6. Menjelaskan tindakan keperawatan klien waham
7. Memberikan kesempatan pada mahasiswa untuk bertanya tentang waham

8. Menjawab pertanyaan mahasiswa 6
1. Mahasiswa menjawab dengan aktif
2. Mahasiswa memperhatikan
3. Mahasiswa memperhatikan
4. Mahasiswa memperhatikan

5. Mahasiswa memperhatikan
6. Mahasiswa memperhatikan

7. Mahasiswa bertanya tentang hal-hal yang kurang di mengerti dari penjelasan tadi
8. Mahasiswa memperhatikan
3 Penutup
1. Menyimpulkan materi pengajaran bersama mahasiswa
2. Memberi evaluasi secara lisan


3. Memberi reward kepada mahasiswa atas jawaban dan partisipasinya
4. Mengucapkan terima kasih atas perhatian mahasiswa yang begitu kooperatif
5. Mengucapkan salam penutup 2
1. Mahasiswa memperhatikan

2. Mahasiswa mampu menjawab pertanyaan yang diberikan
3. Mahasiswa mengucapkan terima kasih
4. Mahasiswa mengucapkan terima kasih atas penjelasan yang diberikan.

5. Menjawab salam




G. Evaluasi
1. Prosedur : Akhir pengajaran
2. Waktu : 5 menit
3. Bentuk soal : Essay
4. Jumlah soal : 2 soal
5. Jenis soal ; Menguraikan secara lisan

H. Referensi
1. Keliat,B.A, (1998). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta, EGC.

2. Stuart,G.W. Dan Sundeen,S.J. (1998), Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta, EGC.

3. Lismidar,H, (1990) Gangguan isi pikiri, Jakarta, EGC.

4. Townsend,M.C, (1998) Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri, Edisi 3, Jakarta, EGC.


















MATERI WAHAM


1. Pengertian waham
Waham merupakan suatu kenyakinan yang salah yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak dinyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realitas sosial.
2. Penyebab waham
Waham dapat disebabkan karena ketidakmampuan untuk mempercayai orang lain, panic, menekan rasa takut, stres yang berat yang mengancam ego yang lemah, kemungkinan faktor herediter.
Secara khusus faktor penyebab timbulnya waham diuraikan dalam beberapa teori yaitu :
a. Faktor predisposisi
 Teori Biologi
Faktor-faktor genetik ikut mempengaruhi perkembangan psikologis. Bila suatau individu memiliki anggota keluarga dengan kelainan psikologis maka individu tersebut memiliki resiko tinggi untuk mengalami kelainan psikologis yang sama. Pada penelitian terbaru menyatakan bahwa skizoprenia mungkin pada kenyataanya merupakan suatu kecacatan sejak lahir yang terjadi pada Hipokampus otak. Teori biokimia menyatakan bahwa peningkatan dopamin neurotranmiter mengakibatkan peningkatan aktivitas yang berlebihan dan gangguan dalam asosiasi.
 Teori Psikososial
Individu yang tumbuh dalam keluarga yang penuh konflik dan ansietas yang tinggi akan mengalami hambatan dalam perkembangan psikologisnya sehingga tidak dapat melakukan tugas perkembangan secara optimal. Anak yang tumbuh dalam keluarga psikosis akan menerima pesan-pesan yang membingungkan yang menyebabkan ketidakmampuan anak mempercayai orang lain. Kelainan psikosis dapat pula merupakan hasil ego yang lemah, bila individu mendapat stres yang berat yang mengancam ego yang lemah maka individu cenderung akan berespon maladaptif.
b. Faktor Presipitasi
 Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur proses imformasi dan abnormalisasi yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk menanggapi rangsangan.
 Stres lingkungan
Secara biologis menetapakan ambang toleransi terhadap stres yang berinteraksi denga stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan prilaku.
 Pemicu gejala
Terdapat pada respon neurobiologis yang maladaptif yang berhubungan dengan kesehatan, lingkungan, sikap dan prilaku individu seperti gizi buruk, kurang tidur, infeksi, kelebihan rasa bermusuhan atau lingkungan yang penuh kritik, gangguan dalan berhubungan interpersonal, kesepian, kemiskinan, tekanan pekerjaan dan sebagainya.
3. Jenis-jenis waham
Adapun jenis-jenis waham antara lain :
a. Waham Kebesaran
Penderita merasa dirinya orang besar, mempunyai kekuatan, kepandaian atau kekayaan yang luar biasa , misalnya dia adalah seorang ratu adil, dapat membaca pikiran orang lain, mempunyai puluhan rumah atau mobil.
b. Waham sisip pikir
Bahwa pikiran ditempatkan ke dalam benak orang seseorang atau pengaruh luar.
c. Waham somatik
Perasaan mengenai berbagai penyakit yang berada dalam tubuhnya, sering didapatkan pada skizoprenia.

d. Waham curiga
Individu merasa dirinya selalu disindir oleh orang-orang disekitarnya sehingga ia selalu curiga terhadap sekitarnya. kecurigaan yang berlebihan atau tidak rasional dan tidak mempercayai orang lain.
e. Waham Agama
Waham Agama dengan tema agama, dalam hal ini klien selalu mengkaitkan tingkah lakunya yang telah ia perbuat dengan keagamaan. Kenyakinan bahwa dirinya terpilih sebagai Yang Maha Kuasa atau alat dari Tuhan.
f. Waham Nihilistik
Yakin bahwa dunia ini sudah hancur atau bahwa ia sendiri atau orang lain sudah mati. Sering ditemukan pada klien dengan Depresi.
g. Waham siar pikir
Waham tentang pikiran yang sedang disiarkan ke dunia lain
4. Tanda dan gejala waham
Tanda dan gejala waham antara lain :
a. Menyatakan dirinya orang besar
b. Mempunyai kekuatan pendidikan atau kekayaan yang luar biasa
c. Menyatakan perasaan di kejar-kejar oleh orang lain atau sekelompok orang
d. Mengatakan perasaan mengenai penyakit yang ada di dalam tubuhnya
e. Menarik diri dan isolasi
f. Sulit menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain,
g. Rasa curiga yang berlebihan
h. Kecemasan meningkat
i. Sulit tidur
j. Suara monoton
k. Eksperi wajah datar
l. Kadang tertawa atau menangis sendiri
m. Rasa tidak percaya pada orang lain.
5. Penanganan Medis
a. Farmakoterapi
b. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang grandmall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui electrode yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang listrik dapat diberikan pada skizoprenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.
c. Psikoterapi dan Rehabilitasi
Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu karena berhubungan dengan praktis dengan maksud mempersiapkan klien kembali ke masyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik untuk mendorong klien bergaul dengan orang lain, klien lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya klien tidak mengasingkan diri karena dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik, dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama.
6. Tindakan Keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip therapiutik
b. Jangan membantah dan mendukung waham klien yaitu :
 Katakan perawat menerima keyakinan waham klien “ saya menerima kenyakinan anda” disertai ekspresi menerima.
 Katakan perawat tidak mendukung “sukar bagi saya untuk mempercayainya” disertai ekspresi ragu.
 Tidak membicarakan isi waham klien
c. Yakinkan klien berada dalam lingkungan aman dan terlindungi
 Anda berada ditempat yang aman, kami akan menemani anda
 Gunakan keterbukaan dan kejujuran
 Jangan tinggalkan klien sendiri
d. Membantu klien mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
 Diskusikan dengan klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu dan saat ini yang realistis
 Tanyakan apa yang biasa dilakukan klien (kaitkan dengan aktivitas sehari-hari dan perawatan diri) kemudian anjurkan klien melakukan saat ini
 Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis.
 Jika klien selalu bicara tentang wahamnya dengarkan sampai kebutuhan wahamnya tidak ada, perawat perlu memperhatikan bahwa klien penting
e. Membantu klien mengidentifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi
 Observasi kebutuhan klien sehari-hari
 Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di rumah sakit maupun di rumah (rasa takut, ansietas, marah)
 Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien yang memerlukan waktu dan tenaga (aktivitas dapat dipilih bersama klien, jika mungkin buat jadwal)
 Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu menggunakan wahamnya
f. Membantu klien dapat berhubungan dengan realita
 Bicarakan dengan klien dalam kontek realitas (realitas diri, realitas orang lain, realistas tempat dan waktu)
 Sertakan klien dalam therapy aktivitas kelompok (orientasi realitas)
 Beri penguatan atau pujian terhadap kegiatan yang dilakukan klien
 Kolaborasi dalam pemberian obat anti psikosis
g. Membantu klien dapat menggunakan obat untuk mengendalikan wahamnya
 Diskusikan dengan klien tentang obat untuk mengendalikan waham
 Bantu klien untuk memastikan bahwa klien minum obat sesuai program dokter
 Observasi tanda dan gejala terkait dengan efek samping obat







Oleh
Ni Made Bundari


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIRA MEDIKA PPNI BALI
2008-2009
1. Pengertian waham
Waham merupakan suatu kenyakinan yang salah yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak dinyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realitas sosial.
2. Penyebab waham
Waham dapat disebabkan karena ketidakmampuan untuk mempercayai orang lain, panik, menekan rasa takut, stres yang berat dan mengancam, kemungkinan faktor keturunan.
3. Jenis-jenis waham
Adapun jenis-jenis waham antara lain :
 Waham Kebesaran
Penderita merasa dirinya orang besar, mempunyai kekuatan, kepandaian atau kekayaan yang luar biasa , misalnya dia adalah seorang ratu adil, dapat membaca pikiran orang lain, mempunyai puluhan rumah atau mobil.
 Waham sisip pikir
Bahwa pikiran ditempatkan ke dalam benak orang seseorang atau pengaruh luar.
 Waham somatik
Perasaan mengenai berbagai penyakit yang berada dalam tubuhnya, sering didapatkan pada skizoprenia.
 Waham curiga
Individu merasa dirinya selalu disindir oleh orang-orang disekitarnya sehingga ia selalu curiga terhadap sekitarnya. kecurigaan yang berlebihan atau tidak rasional dan tidak mempercayai orang lain.
 Waham Agama
Waham Agama dengan tema agama, dalam hal ini klien selalu mengkaitkan tingkah lakunya yang telah ia perbuat dengan keagamaan. Kenyakinan bahwa dirinya terpilih sebagai Yang Maha Kuasa atau alat dari Tuhan.
 Waham Nihilistik
Yakin bahwa dunia ini sudah hancur atau bahwa ia sendiri atau orang lain sudah mati. Sering ditemukan pada klien dengan Depresi.
 Waham siar pikir
Waham tentang pikiran yang sedang disiarkan ke dunia lain
4. Tanda dan gejala waham
Tanda dan gejala waham antara lain :
 Menyatakan dirinya orang besar
 Mempunyai kekuatan pendidikan atau kekayaan yang luar biasa
 Menyatakan perasaan di kejar-kejar oleh orang lain atau sekelompok orang
 Mengatakan perasaan mengenai penyakit yang ada di dalam tubuhnya
 Menarik diri dan isolasi
 Sulit menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain,
 Rasa curiga yang berlebihan
 Kecemasan meningkat
 Sulit tidur
 Suara monoton
 Eksperi wajah datar
 Kadang tertawa atau menangis sendiri
 Rasa tidak percaya pada orang lain.
5. Penanganan Medis
 Farmakoterapi
 Terapi kejang listrik
 Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu karena berhubungan dengan praktis dengan maksud mempersiapkan klien kembali ke masyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik untuk mendorong klien bergaul dengan orang lain, klien lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya klien tidak mengasingkan diri karena dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik.
6. Tindakan Keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip therapiutik
b. Jangan membantah dan mendukung waham klien yaitu :
 Katakan perawat menerima keyakinan waham klien “ saya menerima kenyakinan anda” disertai ekspresi menerima.
 Katakan perawat tidak mendukung “sukar bagi saya untuk mempercayainya” disertai ekspresi ragu.
 Tidak membicarakan isi waham klien
c. Yakinkan klien berada dalam lingkungan aman dan terlindungi
 Anda berada ditempat yang aman, kami akan menemani anda
 Gunakan keterbukaan dan kejujuran
 Jangan tinggalkan klien sendiri
d. Membantu klien mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
 Diskusikan dengan klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu dan saat ini yang realistis
 Tanyakan apa yang biasa dilakukan klien (kaitkan dengan aktivitas sehari-hari dan perawatan diri) kemudian anjurkan klien melakukan saat ini
 Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis.
 Jika klien selalu bicara tentang wahamnya dengarkan sampai kebutuhan wahamnya tidak ada, perawat perlu memperhatikan bahwa klien penting
e. Membantu klien mengidentifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi
 Observasi kebutuhan klien sehari-hari
 Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di rumah sakit maupun di rumah (rasa takut, ansietas, marah)
 Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien yang memerlukan waktu dan tenaga (aktivitas dapat dipilih bersama klien, jika mungkin buat jadwal)
 Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu menggunakan wahamnya
f. Membantu klien dapat berhubungan dengan realita
 Bicarakan dengan klien dalam kontek realitas (realitas diri, realitas orang lain, realistas tempat dan waktu)
 Sertakan klien dalam therapy aktivitas kelompok (orientasi realitas)
 Beri penguatan atau pujian terhadap kegiatan yang dilakukan
 Kolaborasi dalam pemberian obat anti psikosis
g. Membantu klien dapat menggunakan obat untuk mengendalikan wahamnya
 Diskusikan dengan klien tentang obat untuk mengendalikan waham
 Bantu klien untuk memastikan bahwa klien minum obat sesuai program dokter
 Observasi tanda dan gejala terkait dengan efek samping obat

ASKEP FRAKTUR HUMERUS

A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
a Fraktur
Adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al, 2000). Sedangkan menurut Linda Juall C. dalam buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Pernyataan ini sama yang diterangkan dalam buku Luckman and Sorensen’s Medical Surgical Nursing.
b Patah Tulang Tertutup
Didalam buku Kapita Selekta Kedokteran tahun 2000, diungkapkan bahwa patah tulang tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Pendapat lain menyatidakan bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson, M. A, 1992).


c Patah Tulang Humerus
Adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang humerus yang terbagi atas :
1) Fraktur Suprakondilar Humerus
2) Fraktur Interkondiler Humerus
3) Fraktur Batang Humerus
4) Fraktur Kolum Humerus
Berdasarkan mekanisme terjadinya fraktur :
1) Tipe Ekstensi
Trauma terjadi ketika siku dalam posisi hiperekstensi, lengan bawah dalam posisi supinasi.
2) Tipe Fleksi
Trauma terjadi ketika siku dalam posisi fleksi, sedang lengan dalam posisi pronasi.
(Mansjoer, Arif, et al, 2000)
d Platting
Adalah salah satu bentuk dari fiksasi internal menggunakan plat yang terletidak sepanjang tulang dan berfungsi sebagai jembatan yang difiksasi dengan sekrup.
Keuntungan :
1) Tercapainya kestabilan dan perbaikan tulang seanatomis mungkin yang sangat penting bila ada cedera vaskuler, saraf, dan lain-lain.
2) Aliran darah ke tulang yang patah baik sehingga mempengaruhi proses penyembuhan tulang.
3) Klien tidak akan tirah baring lama.
4) Kekakuan dan oedema dapat dihilangkan karena bagian fraktur bisa segera digerakkan.
Kerugian :
1) Fiksasi interna berarti suatu anestesi, pembedahan, dan jaringan parut.
2) Kemungkinan untuk infeksi jauh lebih besar.
3) Osteoporosis bisa menyebabkan terjadinya fraktur sekunder atau berulang.
2. Anatomi Dan Fisiologi
a Struktur Tulang
Tulang sangat bermacam-macam baik dalam bentuk ataupun ukuran, tapi mereka masih punya struktur yang sama. Lapisan yang paling luar disebut Periosteum dimana terdapat pembuluh darah dan saraf. Lapisan dibawah periosteum mengikat tulang dengan benang kolagen disebut benang sharpey, yang masuk ke tulang disebut korteks. Karena itu korteks sifatnya keras dan tebal sehingga disebut tulang kompak. Korteks tersusun solid dan sangat kuat yang disusun dalam unit struktural yang disebut Sistem Haversian. Tiap sistem terdiri atas kanal utama yang disebut Kanal Haversian. Lapisan melingkar dari matriks tulang disebut Lamellae, ruangan sempit antara lamellae disebut Lakunae (didalamnya terdapat osteosit) dan Kanalikuli. Tiap sistem kelihatan seperti lingkaran yang menyatu. Kanal Haversian terdapat sepanjang tulang panjang dan di dalamnya terdapat pembuluh darah dan saraf yang masuk ke tulang melalui Kanal Volkman. Pembuluh darah inilah yang mengangkut nutrisi untuk tulang dan membuang sisa metabolisme keluar tulang. Lapisan tengah tulang merupakan akhir dari sistem Haversian, yang didalamnya terdapat Trabekulae (batang) dari tulang.Trabekulae ini terlihat seperti spon tapi kuat sehingga disebut Tulang Spon yang didalam nya terdapat bone marrow yang membentuk sel-sel darah merah. Bone Marrow ini terdiri atas dua macam yaitu bone marrow merah yang memproduksi sel darah merah melalui proses hematopoiesis dan bone marrow kuning yang terdiri atas sel-sel lemak dimana jika dalam proses fraktur bisa menyebabkan Fat Embolism Syndrom (FES).
Tulang terdiri dari tiga sel yaitu osteoblast, osteosit, dan osteoklast. Osteoblast merupakan sel pembentuk tulang yang berada di bawah tulang baru. Osteosit adalah osteoblast yang ada pada matriks. Sedangkan osteoklast adalah sel penghancur tulang dengan menyerap kembali sel tulang yang rusak maupun yang tua. Sel tulang ini diikat oleh elemen-elemen ekstra seluler yang disebut matriks. Matriks ini dibentuk oleh benang kolagen, protein, karbohidrat, mineral, dan substansi dasar (gelatin) yang berfungsi sebagai media dalam difusi nutrisi, oksigen, dan sampah metabolisme antara tulang daengan pembuluh darah. Selain itu, didalamnya terkandung garam kalsium organik (kalsium dan fosfat) yang menyebabkan tulang keras.sedangkan aliran darah dalam tulang antara 200 – 400 ml/ menit melalui proses vaskularisasi tulang (Black,J.M,et al,1993 dan Ignatavicius, Donna. D,1995).
b Tulang Panjang
Adalah tulang yang panjang berbentuk silinder dimana ujungnya bundar dan sering menahan beban berat (Ignatavicius, Donna. D, 1995). Tulang panjang terdiriatas epifisis, tulang rawan, diafisis, periosteum, dan medula tulang. Epifisis (ujung tulang) merupakan tempat menempelnya tendon dan mempengaruhi kestabilan sendi. Tulang rawan menutupi seluruh sisi dari ujung tulang dan mempermudah pergerakan, karena tulang rawan sisinya halus dan licin. Diafisis adalah bagian utama dari tulang panjang yang memberikan struktural tulang. Metafisis merupakan bagian yang melebar dari tulang panjang antara epifisis dan diafisis. Metafisis ini merupakan daerah pertumbuhan tulang selama masa pertumbuhan. Periosteum merupakan penutup tulang sedang rongga medula (marrow) adalah pusat dari diafisis (Black, J.M, et al, 1993)

c Tulang Humerus
Tulang humerus terbagi menjadi tiga bagian yaitu kaput (ujung atas), korpus, dan ujung bawah.
1) Kaput
Sepertiga dari ujung atas humerus terdiri atas sebuah kepala, yang membuat sendi dengan rongga glenoid dari skapla dan merupakan bagian dari banguan sendi bahu. Dibawahnya terdapat bagian yang lebih ramping disebut leher anatomik. Disebelah luar ujung atas dibawah leher anatomik terdapat sebuah benjolan, yaitu Tuberositas Mayor dan disebelah depan terdapat sebuah benjolan lebih kecil yaitu Tuberositas Minor. Diantara tuberositas terdapat celah bisipital (sulkus intertuberkularis) yang membuat tendon dari otot bisep. Dibawah tuberositas terdapat leher chirurgis yang mudah terjadi fraktur.
2) Korpus
Sebelah atas berbentuk silinder tapi semakin kebawah semakin pipih. Disebelah lateral batang, tepat diatas pertengahan disebut tuberositas deltoideus (karena menerima insersi otot deltoid). Sebuah celah benjolan oblik melintasi sebelah belakang, batang, dari sebelah medial ke sebelah lateral dan memberi jalan kepada saraf radialis atau saraf muskulo-spiralis sehingga disebut celah spiralis atau radialis.
3) Ujung Bawah
Berbentuk lebar dan agak pipih dimana permukaan bawah sendi dibentuk bersama tulang lengan bawah. Trokhlea yang terlatidak di sisi sebelah dalam berbentuk gelendong-benang tempat persendian dengan ulna dan disebelah luar etrdapat kapitulum yang bersendi dengan radius. Pada kedua sisi persendian ujung bawah humerus terdapat epikondil yaitu epikondil lateral dan medial. (Pearce, Evelyn C, 1997)
d Fungsi Tulang
1) Memberi kekuatan pada kerangka tubuh.
2) Tempat mlekatnya otot.
3) Melindungi organ penting.
4) Tempat pembuatan sel darah.
5) Tempat penyimpanan garam mineral.
(Ignatavicius, Donna D, 1993)
3. Etiologi
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.
Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
(Oswari E, 1993)
4. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Black, J.M, et al, 1993)
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.
( Ignatavicius, Donna D, 1995 )
b. Biologi penyembuhan tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:
1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali.
2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum,dan bone marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.
3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.
4) Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal.
5) Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya.
(Black, J.M, et al, 1993 dan Apley, A.Graham,1993)
c. Komplikasi fraktur
1) Komplikasi Awal
a) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b) Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.
c) Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
d) Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.


e) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.
f) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
2) Komplikasi Dalam Waktu Lama
a) Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karenn\a penurunan supai darah ke tulang.
b) Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.

c) Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
(Black, J.M, et al, 1993)
5. Klasifikasi Fraktur
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
a. Berdasarkan sifat fraktur.
1). Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
2). Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
b. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.
1). Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
2). Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti:
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
c) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme trauma.
1). Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2). Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
3). Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi.
4). Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.
5). Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang.
d. Berdasarkan jumlah garis patah.
1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama.
e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1). Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum nasih utuh.
2). Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
a) Dislokai ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan overlapping).
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
f. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
g. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
a. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak sekitarnya.
b. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.
c. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan.
d. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan ancaman sindroma kompartement.
(Apley, A. Graham, 1993, Handerson, M.A, 1992, Black, J.M, 1995, Ignatavicius, Donna D, 1995, Oswari, E,1993, Mansjoer, Arif, et al, 2000, Price, Sylvia A, 1995, dan Reksoprodjo, Soelarto, 1995)
6. Dampak Masalah

Ditinjau dari anatomi dan patofisiologi diatas, masalah klien yang mungkin timbul terjadi merupakan respon terhadap klien terhadap enyakitnya. Akibat fraktur terrutama pada fraktur hunerus akan menimbulkan dampak baik terhadap klien sendiri maupun keada keluarganya.
a Terhadap Klien
1) Bio
Pada klien fraktur ini terjadi perubahan pada bagian tubuhnya yang terkena trauma, peningkatan metabolisme karena digunakan untuk penyembuhan tulang, terjadi perubahan asupan nutrisi melebihi kebutuhan biasanya terutama kalsium dan zat besi

2) Psiko
Klien akan merasakan cemas yang diakibatkan oleh rasa nyeri dari fraktur, perubahan gaya hidup, kehilangan peran baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat, dampak dari hospitalisasi rawat inap dan harus beradaptasi dengan lingkungan yang baru serta tuakutnya terjadi kecacatan pada dirinya.
3) Sosio
Klien akan kehilangan perannya dalam keluarga dan dalam masyarakat karena harus menjalani perawatan yang waktunya tidak akan sebentar dan juga perasaan akan ketidakmampuan dalam melakukan kegiatan seperti kebutuhannya sendiri seperti biasanya.
4) Spiritual
Klien akan mengalami gangguan kebutuhan spiritual sesuai dengan keyakinannya baik dalam jumlah ataupun dalam beribadah yang diakibatkan karena rasa nyeri dan ketidakmampuannya.
b Terhadap Keluarga
Masalah yang timbul pada keluarga dengan salah satu anggota keluarganya terkena fraktur adalah timbulnya kecemasan akan keadaan klien, apakah nanti akan timbul kecacatan atau akan sembuh total. Koping yang tidak efektif bisa ditempuh keluarga, untuk itu peran perawat disini sangat vital dalam memberikan penjelasan terhadap keluarga. Selain tiu, keluarga harus bisa menanggung semua biaya perawatan dan operasi klien. Hal ini tentunya menambah beban bagi keluarga.
Masalah-masalah diatas timbul saat klien masuk rumah sakit, sedang masalah juga bisa timbul saat klien pulang dan tentunya keluarga harus bisa merawat, memenuhi kebutuhan klien. Hal ini tentunya menambah beban bagi keluarga dan bisa menimbulkan konflik dalam keluarga.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap, yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
a. Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
(1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi nyeri.
(2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
(3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
(4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
(5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
(Ignatavicius, Donna D, 1995)


c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang (Ignatavicius, Donna D, 1995).
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna D, 1995).
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995).
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.(Ignatavicius, Donna D,1995).
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
(3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. (Keliat, Budi Anna, 1991)
(4) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos. Marilynn E, 1999).
(5) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).
(6) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap (Ignatavicius, Donna D, 1995).
(7) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image) (Ignatavicius, Donna D, 1995).
(8) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur (Ignatavicius, Donna D, 1995).
(9) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya (Ignatavicius, Donna D, 1995).
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif (Ignatavicius, Donna D, 1995).
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien (Ignatavicius, Donna D, 1995).
2) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
(1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
(a) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan klien.
(b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.
(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.
(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(a) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan.
(b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.


(c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.
(d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
(e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi perdarahan)
(f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
(g) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
(h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
(i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.

(j) Paru
(1) Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
(2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
(3) Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
(4) Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
(k) Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
(2) Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.


(l) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
(2) Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
(3) Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal  20 kali/menit.
(m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai status neurovaskuler. Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah:
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
(a) Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi).
(b) Cape au lait spot (birth mark).
(c) Fistulae.
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
(e) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal).
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.
(b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama disekitar persendian.
(c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal,tengah, atau distal).
Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.
(3) Move (pergeraka terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.
(Reksoprodjo, Soelarto, 1995)
3) Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray:
(1) Bayangan jaringan lunak.
(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga rotasi.
(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
(1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
(2) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
(3) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
(4) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
b) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
c) Pemeriksaan lain-lain
(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
(2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
(3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
(4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan.
(5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
(6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
(Ignatavicius, Donna D, 1995)
b. Analisa Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian dikelompokkan dan dianaisa untuk menemukan masalah kesehatan klien. Untuk mengelompokkannya dibagi menjadi dua data yaitu, data sujektif dan data objektif, dan kemudian ditentukan masalah keperawatan yang timbul.
2. Diagnosa Keperawatan
Merupakan pernyataan yang menjelaskan status kesehatan baik aktual maupun potensial. Perawat memakai proses keperawatan dalam mengidentifikasi dan mengsintesa data klinis dan menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan, atau mencegah masalah kesehatan klien yang menjadi tanggung jawabnya.
3. Perencanaan
4. Pelaksanaan
5. Evaluasi


DAFTAR PUSTAKA

Apley, A. Graham , Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, Widya Medika, Jakarta, 1995.

Black, J.M, et al, Luckman and Sorensen’s Medikal Nursing : A Nursing Process Approach, 4 th Edition, W.B. Saunder Company, 1995.

Carpenito, Lynda Juall, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta, 1999.

Dudley, Hugh AF, Ilmu Bedah Gawat Darurat, Edisi II, FKUGM, 1986.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta, 1991.

Henderson, M.A, Ilmu Bedah untuk Perawat, Yayasan Essentia Medika, Yogyakarta, 1992.

Hudak and Gallo, Keperawatan Kritis, Volume I EGC, Jakarta, 1994.

Ignatavicius, Donna D, Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach, W.B. Saunder Company, 1995.

Keliat, Budi Anna, Proses Perawatan, EGC, Jakarta, 1994.

Long, Barbara C, Perawatan Medikal Bedah, Edisi 3 EGC, Jakarta, 1996.

Mansjoer, Arif, et al, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid II, Medika Aesculapius FKUI, Jakarta, 2000.

Oswari, E, Bedah dan Perawatannya, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993.

Price, Evelyn C, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Gramedia, Jakarta 1997.

Reksoprodjo, Soelarto, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah FKUI/RSCM, Binarupa Aksara, Jakarta, 1995.

Tucker, Susan Martin, Standar Perawatan Pasien, EGC, Jakarta, 1998.

ASKEP ANAK SAKIT TERMINAL ATAU MENJELANG AJAL

Penyakit terminal – suatu kondisi dimana kehidupan mendekati atau menjelang akhir
Berduka – Respon fisik, emosional, dan spiritual terhadap kematian, perpisahan, atau kehilangan.
Reaksi berduka – gejala somatik dan psikologis yang kompleks yang berhubungan dengan beberapa penderitaan atau kehilangan ekstrim.
Berduka yang diantisipasi – Berduka sebelum kehilangan yang aktual

PENGKAJIAN

Lakukan pengkajian fisik
Dapatkan riwayat kesehatan tentang penyakit terminal dan terapinya
Kaji konsep anak tentang diri sendiri, proses yang terjadi pada lima tahap berikut dimana anak memerlukan informasi tentang situasinya sendiri
Tahap 1 : Penyakit adalah sakit serius
Tahap 2 : Penemuan hubungan antara pengobatan dan pemulihan
Tahap 3 : Pemahaman tentang tujuan dan implikasi prosedur khusus.
Rasa sejahtera mulai menghilang dan menerima diri sebagai anak yang berbeda dari anak lain.
Tahap 4 : Penyakit dipandang sebagai kondisi permanen.
Perasaan selalu menjadi orang sakit yang tidak pernah menjadi lebih baik.
Tahap 5 : Kesadaran bahwa hanya terdapat pengobatan dalam jumlah
Terbatas. Kesadaran tentang prognosis fatal.
Observasi tanda-tanda fisik yang mendekati kematian.
Kehilangan sensasi dan gerakan pada ekstremitas bawah, berlanjut ke tubuh bagian atas.
Sensasi panas, meskipun badan terasa dingin
Kehilangan indera
Sensasi taktil menurun
Sensasi terhadap sinar
Pendengaran adalah indera yang terakhir hilang
Konfusi, kehilangan kesadaran, bicara tidak jelas
Kelemahan otot
Kehilangan kontrol defekasi dari kandung kemih
Penurunan nafsu makan/ haus
Kesulitan menelan
Perubahan pola napas
Pernapasan cheyne – stokes
“ Death rattle (bunyi dada bising karena akumulasi sekresi paru dan faring)
Nadi lemah dan lambat, penurunan tekanan darah
Kaji respon keluarga terhadap ancaman kematian
Observasi adanya manifestasi reaksi berduka yang normal pada anggota keluarga
Kaji sistem pendukung keluarga, mekanisme koping, dan ketersediaan sumber.
Kaji kemampuan diri untuk memberikan perawatan efektif pada anak yang menjelang ajal
Waspadai perasaan sendiri
Identifikasi strategi koping

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan penyakit terminal dan/ atau ancaman kematian
2. perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kehilangan nafsu makan, tidak tertarik pada makanan.
3. takut/ cemas berhubungan dengan diagnosa, terapi, dan prognosis
4. berduka antisipasi berhubungan denga ancaman kematian anak






PEDOMAN UNTUK MENDUKUNG KELUARGA BERDUKA

UMUM
Tinggal dengan keluarga ; duduk dengan tenang bila mereka tidak ingin bicara
Terima reaksi berduka keluarga ; hindari pernyataan menghakimi (mis ; “Anda harus merasa baik sekarang”)
Hindari pernyataan yang dibuat-buat (mis ; “Saya tahu apa yang anda rasakan” atau “anda masih cukup muda untuk mempunyai bayi lagi”)
Hadapi secara terbuka perasaan-perasaan seperti rasa bersalah, marah dan kehilangan harga diri.
Fokuskan perasaan dengan menggunakan kata-kata berperasaan dalam pernyataan (mis :”Anda masih merasakan semua kepedihan karena kehilangan anak)

PADA SAAT KEMATIAN

Yakinkan keluarga bahwa segala sesuatu mungkin sedang dilakukan untuk anak, bila mereka menginginkan intervensi penyelamatan hidup
Lakukan apa saja yang mungkin dilakukan untuk menjamin kenyamanan anak, khususnya penghilangan nyeri.
Beri kesempatan pada anak dan keluarga untuk meninjau ulang pengalaman khusus atau memori dalam kehidupan mereka
Ekspresikan perasaan pribadi tentang kehilangan dan/ atau frustasi (mis;”Kami akan sangat kehilangan dia” atau “ Kami sudah mencoba segala sesuatu; kami sangat menyesal bahwa kami tidak dapat menyelamatkannya”)Berikan informasi yang diminta keluarga dan bersikap jujur.
Hargai kebutuhan emosional anggota keluarga seperti saudara kandung, yang mungkin ingin menyingkir sejenak dari anak yang menjelang ajal
Buat setiap upaya untuk mengatur anggota keluarga khususnya orang tua untuk bersama anak pada saat kematian, bila mereka menginginkannya.
Dorong kelurga untuk bicara dengan anak bahkan bila ia tampak koma
Bantu keluarga mengidentifikasi dan menghubungi kerabat, teman atau ndividu pendukung lain
Hargai keyakinan religius dan budaya seperti upacara khusus atau ritual
Atur untuk dukungan spiritual, sep[erti rohaniawan, beri dukungan spiritual sesuai permintaan anak atau keluarganya

SIMTOMATOLOGI BERDUKA NORMAL

Sensasi distres somatik
Perasaan sesak di tenggorok
Tersedak, dengan napas pendek
Kecenderungan nyata untuk napas pendek
Perasaan kosong dalam abdomen
Distres subyektif terus-menerus yang digambarkan sebagai tegangan atau sakit mental

Preokupasi dengan bayangan kematian
Mendengar, melihat atau membayangkan kehadiran individu yang sudah meninggal
Sedikit rasa tidak nyata
Perasaan jarak emosi dari orang lain
Dapat meyakini bahwa ia mendekati kegilaan

Perasaan bersalah
Mencari bukti kegagalan dalam mencegah kematian
Mendakwa diri sendiri tentang pengabaian atau kelalaian minor yang berlebihan

Perasaan bermusuhan
Kehilangan kehangatan terhadap orang lain
Kecenderungan untuk peka rangsang dan marah
Mengharapkan untuk tidak diganggu oleh teman dan kerabat


Kehilangan pola berhubungan yang umum
Gelisah, tidak dapat duduk diam, gerakan tanpa tujuan
Terus menerus mencari seuatu untuk dilakukan atau apa yang ia pikir harus lakukan
Kurang kapasitas untuk memulai atau mempertahankan pola aktivitas yang teratur.

LAPORAN PENDAHULUAN EPISIOTOMI

I. Pengertian.
Episiotomi adalah suatu incisi pembedahan kedalam perinium dan vagina / kulit perinium , mukosa vagina dan jaringan otot yang ada di bawahnya , yang biasanya dipotong dengan gunting yang lurus dan besar.

II. Tujuan Episiotomi.
Membesarkan liang vagina untuk mencegah kerusakan dan laserasi jaringan lunak ibu dan memperkecil trauma kepala janin pada waktu persalinan premature.

III. Macam-macam Episiotomi.
a. Episiotomi Medial.
Yaitu suatu insisi medial yang dibuat dari prenulun labiorum pudiendi posterior pada garis tengah perinium lebih disukai bila panjang perinium normal / arkus sub pupik mempunyai lebar rata-rata. Dan dinilai tidak ada kesulitan dalam melahirkan.

b. Episiotomi Mediolateral.
Yaitu suatu insisi dari prenulum labiurum pudendi posterior dalam perinium pada sudut kurang dari 45 ◦ dari garis tengah, dapat dipilih untuk melindungi spingter ani dan rectum dari laserasi derajat 3 atau 4 terutama bila perinium pendek. Arkus sub pubis sempit atau diantisipasi suatu kelahiran yang sulit.

IV. Tanda dan Gejala.
a. Tedapat luka potongan pada daerah perinium dan batas jaritannya.
b. Ibu post partum.
c. Ibu mengatakan nyeri.
d. Intoleransi aktifitas.



V. Diagnosa.
a) Risiko infeksi berhubungan dengan tindakan insisi pembedahan pada daerah perinium.
b) Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan adanya luka pada daerah perinium.
c) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan myeri.

VI. Intervensi.
a) DX I.
Risiko infeksi berhubungan dengan tindakan insisi pembedahan pada daerah perinium.
Tujuan :
Mencapai penyembuhan cepat pada waktunya dan tidak ada tanda-tanda infeksi.
Intervensi :
1. Pertahankan tehnik-tehnik aseptik saat membersihkan Vagina ( vulva hygiene ).
2. Ganti pembalut bila basah / jenuh.
3. Inspeksi balutan dan luka.
4. Pantau vital sign.

b). DX II.
Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan adanya luka pada daerah perinium.
Tujuan :
Mengatakan nyeri berkurang / hilang / terkontrol.
Intervensi.
1. Kaji intensitas nyeri ( skala 0 – 10 )
2. Beri tindakan kenyamanan dan dorong penggunaan tehnik manajemen stres ( latihan nafas dalam, visualisasi ).
3. Anjurkan kepada ibu untuk tetap melakukan mobilisasi secara bertahap.
4. Beri analgetik sesuai indikasi.


c). DX III.
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan myeri.
Tujuan :
Menunjukkan kemampuan / toleran terhadap aktifitas.
Intervensi :
1. Anjurkan pada ibu untuk melakukan mobilisasi dini.
2. Bantu ibu dalam mobilisasi.
3. Anjurkan keluarganya untuk menemani ibu saat mobilisasi.

VII . Evaluasi.
1. Infeksi tidak terjadi.
2. Pasien / ibu mampu mengontrol rasa aman.
3. Ibu toleran terhadap aktifitas.

LAPORAN PENDAHULUAN ABORTUS

A. Pengertian.
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan ( Rustam, Mochtar, 1998 )

B. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya abortus
1. Kelainan Ovum.
a) Adanya pertumbuhan abnormal dari fetus, ovum yang pathologis, kelainan letak embrio dan plasenta yang abnormal.
b) Pada ovum abnormal diantaranya terdapat degenerasi taclatid villi abortus spontan yang disebabkan oleh karena kelainan dari ovum berkurang,kemungkinannya kalau kehamilannya sudah lebih dari 1 bulan.
2. Kelainan Genetalia Ibu.
a) Anomali kongenital ( hipoplasia, uteri, uterus, bikornis )
b) Kelainan letak uterus seperti retro fleksi, uteri fiksata.
c) Tidak sempurnanya persiapan uterus dalam menanti nidasi dari ovum yang mudah dibuahi seperti kurang progesteron / estrogen, endometriosis, mioma sub moka.
d) Uterus terlalu cepat teregang ( kehamilan ganda, Mola ).
e) Distorsia uterus, misalnya terdorong oleh tumor pelviks.
3. Ganggua sirkulasi plasenta.
Ibu menderita penyakit nefritis, hipertensi, talasemia, gravidarum,
anomali plasenta dan endarteritis oleh karena luas.
4. Penyakit-penyakit Ibu.
a) Penyakit infeksi yang menyebabkan demam tinggi seperti pneumonia, thypoid, parotitis, rubella, demam molla,dsb.
b) Keracunan nikotin, gas racun, alkohol dll.
c) Ibu yang asfiksia seperti Dekompensasi kordis, penyakit paru berat, anemia grafis.


d) Malnutrisi, Avitominosis dan gangguan metabolisme , hipothyroid, kekurangan vitamin A,E,C dan DM.
5. Antagonis Rhesus.
Darah ibu yang melalui plasenta merusak darah fetus sehingga terjadi
Anemia pada fetus yang berakibat meninggalnya fetus.
6. Terlalu cepatnya korpus luteum menjadi atropis.
Inkompetensi serviks, sevisitis.
7. Perangsang pada ibu yang menyebabkan uterus berkontraksi sangat terkejut.

C. Patologi.
Pada awal abortus terjadilah perdarahan dalam desidua basalis kemudian diikuti oleh nekrosis jaringan disekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya sehingga merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu biasaanya hasil konsepsi dikeluarkan seluruhnya karena villi korealis belum menembus desidua secaara mendalam. Pada kehamilan 8 – 14 minggu villi korealis menmbus disidua lebih dalam sehingga plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu keatas umumnya yang dikeluarkaan setelah ketuban pecah ialah janin disusul plasenta. Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera lepas dengan lengkap. Peristiwa abortus menyerupai persalinaan dalam bentuk miniatur.

D. Klasifikasi.
1. Abortus Insipiens.
Terjadi pada kehamilan sebelum 20 minggu disertai adanya dila
tasi serviks yang meningkat tetapi hasil konsepsi masih dalam
uterus.
2. Abortus Imminens.
Terjadi pada umur kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil
konsepsi masih dalam uterus dan tanpa adanya dilatasi serviks.


3. Abortus Inkomplitus.
Pengeluaran hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu
dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
4. Abortus Komplitus.
Semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan.
5. Abortus Servikalis.
Keluarnya hasil konsepsi dari uterus dihalangi oleh osteum uteri eksternum yang tidak membuka sehingga semuanya terkumpul dalam kanalis cervikalis dan serviks uteri menjadi besar, kurang lebih bundar dengan dinding menipis.
6. Missed Abortion.
Kematian janin berusia sebelum 20 minggu, tetapi janin mati tidak keluarkan selama 8 minggu atau lebih.
7. Abortus Habitualis.
Abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut
8. Abortus Infeksius, Abortus Septik.
Abortus Infeksius adalah abortus yang disertai infeksi pada genetalia.
Abortus Septik adalah : Abortus infeksius berat disertai penyebaran kuman atau toksin kedalam peredaran darah / peritonium.

E. Klasifikasi Abortus.
Perdarahan.
Perforasi.
Infeksi.
Syok.







F. ASUHAN KEPERAWATAN.
1. Pengkajian.
a. Anamnesa.
• Kaji penyebab abortus.
• Kaji perdarahan yang terjadi, volume, warna.
• Kaji rasa di abdomen bagian bawah.
• Kaji nyeri bagian abdomen yang mendadak, mengganggu aktifitas sehari-hari.

2. Diagnosa Keperawatan.
1. Risiko infeksi berhubungan dengan tindakan abortus.
2. Risiko perdarahan berhubungan dengan tindakan abortus.
3. Ancietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
4. Nyeri berhubungan dengan adanya perlukaan di uterus.
5.Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi.

3. Perencanaan.
DX I.
Risiko infeksi berhubungan dengan tindakan abortus.
Tujuan :
Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
Intervensi :
a) Anjurkan pasien dan keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
b) Anjurkan keluarga untuk cuci tangan.
c) Gunakan pelindung saat memegang pasien misalnya : cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien atau pakai sarung tangan.
d) Kolaborasi dalam pemberian antibiotik.



DX II
Risiko perdarahan berhubungan dengan tindakan aabortus.
Tujuan :
Pasien tidak menunjukkan adanya perdarahan
Intervensi.
a) Kaji perkembangan abortus pasien.
b) Kaji perdarahan yang terjadi, jumlah, warna.
c) Bila terjadi perdarahan pasang tampon.
d) Bila terjadi perdarahan banyak, beri tranfusi dan cairan yang cukup.
e) Observasi vital sign.

DX III.
Ancietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Tujuan :
1. Mangakui dan mendiskusikan masalah.
2. Menunjukkan tentang perasaaan yang tepat.
3. Melaporkan takut dan ancietas yang menurun.
Intervensi.
1. Yakinkan informasi pasien tentang diagnosa.
2. Jelaskan tujuan dan persiapan untuk tes diagnosa.
3. Berikan lingkungan yang nyaman, keterbukaan dan penerimaan juga privasi pasien.
4. Dorong pertanyan dan berikan waktu untuk mengekspresikan takut.

DX IV.
Nyeri berhubungan dengan adanya perlukaan di uterus.
Tujuan :
- Pasien tampak rileks.
- Mampu tidur / istirahat dengan tenang.
Intervensi.
1. Kaji keluhan nyeri : perhatikan lokasi, lamanya dan intensitas.


2. Bantu pasien menemukan posisi yang nyaman.
3. Dorong ambulasi dini dan penggunaan tehnik relaksasi.
4. Kolaborasi pemberian analgetik.

DX V.
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi.
Tujuan :
1. Pasien menyatakan pemahaman kondisi.
2. Pasien mau mengikuti program pengobatan.
3. Kooperatif dalam proses perawatan.
Intervensi :
1. Berikan informasi yang adekuat.
2. Kaji tingkat pengetahuan pasien.
3. Diskusikan dengan lengkap masalah yang diantisipasi selama penyembuhan.



Mengetahui Kapal, .2008
Pembimbing Praktek Mahasiswa


( ............................................) ( I.A.Putu Sugiharti )
NIM : PO7120006104

Mengetahui
Pembimbing Akademik



( ...........................................)








ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU ” M.S ”
DENGAN P3013 POST SC + TUBEKTOMY HARI I
DI RUANG NIFAS RSUD KAB . BADUNG
TANGGAL 28 – 29 SEPT 2008
I.Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 27 September 2008 pukul 16.30 wita di Ruang Rawat Nifas Lantai II. Data diperoleh dengan wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, dan catatan rekam medis pasien.
a. Pengumpulan data
1) Identitas Pasien Penanggung
Nama : “M.S ” “W.G”
Umur : 36 th 43 th
Jenis kelamin : Perempuan Laki-laki
Pendidikan : SMA SMA
Pekerjaan : Kary.Swasta Buruh ( Kary.Bengkel)
Agama : Hindu Hindu
Suku/bangsa : Bali/Indonesia Bali/Indonesia
Status Perkawinan : Menikah Menikah.
Alamat : Br Dangin Peken Penarungan.
Hubungan dengan pasien : - Suami
No. CM : 076912
2) Alasan Dirawat
a) Keluhan utama
1. Saat MRS : Sakit perut hilang timbul.

2. Saat Pengkajian :
Ibu mengatakan nyeri pada luka daerah Operasi ( di perut )


b) Riwayat
(1) Kehamilan
Ini merupakan kehamilan ke empat dengan umur kehamilan 39-40 minggu + letsu. Ibu teratur memeriksakan kehamilannya ke dokter SpOg praktek swasta sampai umur kehamilan 9 bulan ± 7 kali. Ke Bidan praktek swasta hanya 2 kali untuk mendapatkan imunisasi TT I dan TT II pada umur kehamilan 4 minggu dan 8 minggu. Pergerakan anak dirasakan pada umur kehamilan 16 minggu.
(2) Persalinan
Tanggal 26 September 2008 pukul 15.15 wita pasien datang ke kamar bersalin ( VK ) RSUD Kab Badung dengan keluhan sakit perut hilang timbul. Vital sign S : 36.7 ºC, N : 84x/menit, RR : 20x/menit. TD : 120/70 mmHg.
Dilakukan pemeriksaan luar (palpasi, auskultasi)
Tinggi fundus uteri 3 jari bpx (32 cm) letak sungsang HIS (+) 3x/10 menit durasi 30-35 detik,djj 12.11.12
Dilakukan VT oleh bidan jaga pada pukul 15.30.
P Ø 4cm, eff 25%, ket (+), teraba bokong, ↓ Hodge I.Lapor dokter jaga SpOg , dokter menyarankan untuk dilakukan tindakan Sectio Saesaria. Keluarga ACC sekalian dilakukan tubektomy. Akhirnya pukul 16.00 wita dilakukan SC, bayi lahir pukul 16.15 wita,jenis kelamin Perempuan BB 3.000 gr PB 48 cm, LK / LD : 34 / 33 cm , Anus + Kelainan ( - ) apgar scor 8 – 9, langsung menangis.
(3) Nifas
Ibu mengatakan masa nifas dari anak pertama sampai anak ke tiga tidak mengalami masalah. Perdarahan ( - ) Pengeluaran pervagina : Lochea Rubra.
Therapi Post SC yang diberikan adalah :
1. IVFD Asering 20 tts / menit.
2. Dex. 5 % drip pet dol.
3. Alinamin F 1 amp @ 8 jam.
4. Vit C 1 amp @ 8 jam.

(4) Menstruasi
Ibu menarche pada umur 13 tahun, siklus menstruasi 28 -30 hari, lamanya haid 3-4 hari, jumlah darah yang keluar ± 2-3 kali ganti pembalut setiap hari, warna darah merah, nyeri saat haid (-), hari pertama haid terakhir : 28 – 1 - 2008. Tafsiran partus 5 – 10 - 2008.

(5) Perkawinan
Ini merupakan perkawinan pertama. Ibu menikah pada umur 19 tahun, lamanya perkawinan 17 tahun.

(6) Penyakit yang pernah diderita ibu
Ibu tidak pernah menderita penyait kandungan, hipertensi (-), asma (-), jantung (-), DM (-).

(7) Penyakit keluarga
Dalam keluarga ibu tidak ada yang menderita penyakit keturunan, tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit DM, TBC, jantung.

(8) Riwayat Keturunan Kembar.
Dalam keluarga ibu dan dalam keluarga suaminya, tidak ada yang mempunyai keturunan kembar.
(9) Penyakit hubungan seksual
Ibu atau pasangannya tidak sedang/pernah mengalami penyakit hubungan seksual.

(10) KB
Ibu mengatakan antara anak pertama, kedua dan keempat ibu selalu menggunakan KB suntik 3 bulanan yang didapatkan dari bidan praktek swasta.

(11) Riwayat kelahiran anak sebelumnya.
Anak pertama umur 16 tahun, lahir di Rumah Sakit Wangaya pada tahun 1992 dengan jenis Kelamin Perempuan BB 2.200 gr. Anak Kedua umur 8 tahun lahir di RS Wangaya dengan jenis kelamin perempuan dengan BB 2.900 gr. Anak ketiga Abortus pada umur kehamilan ± 6 – 7 minggu dan dilakukan Curretage di RS Wangaya. Anak Keempat lahir di RSUD Kab Badung pada tgl 26 Sept 2008 dengan cara SC.

3) Pemenuhan kebutuhan dasar
a) Bernafas
Ibu mengatakan tidak mengalami masalah dalam bernafas baik menarik dan mengeluarkan nafas.
b) Makan dan minum
Ibu mengatakan biasa makan 3 kali sehari dengan komposisi nasi,lauk,sayur dan kadang-kadang buah. Ibu mengatakan tidak ada pantangan / allergi terhadap suatu makanan. Saat pengkajian ibu sudah makan nasi 2 x pagi habis 1 porsi dan siang sisa ± 4 sendok makan dan nafsu makan tetap baik.

Untuk minum biasanya ibu minum 6 – 7 gelas blimbing / hari ( 1200 – 1400 cc ) saat pengkajian ibu sudah minum sebanyak 1 / 2 botol aqua besar ( 750 cc ).
c) Eliminasi (BAB dan BAK)
BAB
Ibu mengatakan biasa BAB 1 kali sehari, dengan konsistensi lembek, warna faeses kuning, lendir ( - ), darah ( - ). Pada saat pengkajian ibu mengatakan sudah BAB pada pagi harinya, konsistensi agak padat, warna kuning, lendir ( - ), darah ( - ).
BAK
Ibu mengatakan biasa BAK 5 – 6 x / hari dengan karakteristik warna urine kuning jernih, bau pesing. Saat pengkajian ibu mengatakan sudah BAK 4 x, darah ( + ) sedikit.
d) Gerak dan aktivitas
Selama hamil ibu masih bisa untuk bekerja sebagai karyawan koperasi di desanya sendiri. Saat pengkajian Ibu sedang duduk dipinggir tempat tidur sambil menggendong bayinya. Ibu sudah bisa melakukan sktifitasnya secara mandiri.
e) Istirahat - tidur
Ibu mengatakan biasa tidur pukul 22.00 wita dan bangun pukul 05.00 wita. Saat pengkajian ibu mengatakan tidak mengalami ganggua dalam hal istirahat dan tidur.
f) Kebersihan diri
Di rumah ibu biasa mandi 2 kali sehari, memakai sabun, gosok gigi 3 kali sehari yaitu pagi, sore dan sesaat sebelum tidur.Ibu ganti pakaian sekali sehari, cuci rambut 2 kali seminggu dengan memakai shampoo, saat pengkajian ibu bisa ke kamar mandi sendiri, Ibu tampak rapi dan bersih.

g) Pengaturan suhu tubuh
Ibu mengatakan selama dirawat tidak mengalami masalah dalam pengaturan suhu tubuh. Ibu merasa nyaman dengan suhu ruangan tempat ibu dirawat.
h) Rasa nyaman
Saat pengkajian ibu mengatakan nyeri pada luka daerah operasi, nyeri dirasakan meningkat terutama saat berdiri dan berjalan. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk, ibu tampak meringis skala nyeri 3 (skala 0-10).
i) Rasa aman
Ibu merasa aman berada di rumah sakit dengan kehadiran suami dan keluarganya yang lain. Di samping itu ibu merasa tenang dan bahagia dengan kelahiran anaknya dengan selamat.
j) Sosialisasi
Komunikasi pasien dengan keluarga, perawat dan petugas kesehatan baik.
k) Melaksanakan ibadah
Ibu beragama Hindu dan sembahyang setiap sore hari, saat pengkajian ibu hanya berdoa memohon keselamatan dalam hati.
l) Rekreasi
Selama hamil ibu kadang – kadang pergi kerumah saudara-saudaranya bersama suami dan anak-anaknya.Saat pengkajian ibu , ibu sedang ngobrol bersama saudara-saudaranya sambil duduk di pinggir tempat tidur.
m) Produktivitas
Sewaktu hamil ibu bekerja sebagai karyawan koperasi simpan pinjam di desanya, saat pengkajian ibu mengatakan mungkin akan cuti dulu sampai anaknya umur 42 hari.

n) Belajar
Ibu mengatakan kurang mengerti tentang cara perawatan luka operasinya mengingat dalam waktu dekat ini sudah diperbolehkan pulang. Dan ibu juga menanyakan kapan seharusnya kontrol apabila sudah dipulangkan.

4) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum
(1) BB saat hamil : 60 kg, BB sekarang : 54 kg
(2) TB : 157 cm
(3) Suhu : 36,7 ºC
(4) Nadi : 84x / menit
(5) Respirasi : 20x / menit
(6) Tekanan darah : 110 / 70 mmHg.
b) Kebidanan
(1) Inspeksi
(a) Bangun tubuh : sedang
(b) Postur tubuh : tegak
(c) Cara berjalan : pelan terkoordinir
(d) Gerak motorik : normal
(e) Keadaan kulit : turgor kulit elastis, cyanosis (-)
(f) Kepala : normochepali
(g) Rambut : kebersihan rambut baik, kulit kepala bersih, benjolan (-), kelainan (-).
(h) Muka : bentuk simetris, cloasma gravidarum (-).
(i) Mata : konjungtiva merah muda, oedema kelopak mata (-), sklera putih, reflek pupil +/+.

(j) Telinga : bentuk simetris, serumen (-).
(k) Hidung : sekret (-)
(l) Mulut dan Gigi : kebersihan baik, stomatitis (-), caries (-), gigi lengkap, pembesaran tonsil (-).


(m) Leher : pembesaran kelenjar tyroid (-), bendungan vena jugularis (-).
(n) Dada : bentuk simetris, gerakan normal, bentuk buah dada simetris, areola mammae cukup bersih, putting susu kiri menonjol, hiperpigmentasi areola mammae (+).
(o) Abdomen : bentuk normal, hiperpigmentasi (-), linea nigra (+), kontraksi uterus baik, TFU : 2 jari bawah pusat terdapat luka bekas operasi.
(p) Ekstrimitas : pergerakan baik, oedema (-), varises (-).
(q) Genetalia : Kebersihan cukup, lochea rubra (+).
(r) Anus : haemoroid (-).

(2) Palpasi
(a) Payudara : Kolostrum keluar cukup, konsistensi padat
(b) Abdomen : tinggi fundus uteri 2 jari bawah pusat, kontraksi uterus baik.
(c) Kandung kemih : distensi (-)

(3) Perkusi
Ekstrimitas : reflek patella +/+

(4) Auskultasi
Dada : suara nafas vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-
Abdomen : bising usus (+) baik.



5) Keadaan Bayi
Saat pengkajian bayi digendong oleh ibunya sambil memberikan ASI, bayi dengan neonatus aterm + vigerous baby, lahir 26 September 2008 pukul 16.15 wita. BBL : 3000 gram, Apgar score 8-9, jenis kelamin perempuan, PBL : 48 cm, LK/LD : 34/33 cm, Anus (+), kelainan (-), lahir sungsang langsung menangis, gerak aktif, kulit kemerahan, th/Injeksi Neo K 1mg IM.
Bayi sudah netek, selanjutnya disendawakan.
6) Pemeriksaan Penunjang : (-)










II. DIAGNOSA KEPERAWATAN.
A. Analisa Data
ANALISA DATA PASIEN IBU ”M.S ”DENGAN P4013
POST SC + TUBEKTOMY HARI KE - 2 DI RUANG NIFAS
RSUD KABUPATEN BADUNG
TANGGAL 27 – 28 – 2008
Data Standar Masalah Analisa Masalah Diagnosa Keperawatan
1 2 3 4 5
DS :
- Ibu mengatakan kurang mengerti tentang cara perawatan luka post operasinya setelah dirumah.

DO.
- Ibu menanyakan kapan sebaiknya kontrol setelah diperbolehkan pulang.


- Ibu mengetahui cara perawatan luka operasinya




- Ibu tahu kapan waktunya kontrol untuk perawatan lukanya.





Kurang pengetahuan
Kecemasan


Kurangnya informasi

Tidak Pengalaman
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang cara perawatan luka post operasi ditandai dengan : ibu mengatakan kurang mengerti tentang cara perawatan luka post operasinya setelah sampai dirumah,ibu menanyakan kapan sebaiknya kontrol setelah diperbolehkan pulang.











1 2 3 4 5
DS :
-

DO :
-Ada luka bekas operasi pada abdomen.

- Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti Robor ,Kalor,Dolor,Tumor dan Fungsiolaesa.










DS :
- Ibu mengatakan nyeri pada luka episiotomi
- Skala nyeri ( skala 0-10 )

DO :
-Kadang meringis pada saat berdiri dan berjalan.

-






Tidak ada tanda – tanda infeksi seperti Rubor,Kalor,Dolor.Tumor dan Fungsiolaesa.









Ibu tidak merasa nyeri


- Skala nyeri 0



- Pasien Rileks







Risiko Infeksi






















Nyeri Akut













Infeksi




Tempat infasi kuman / bakteri


Adanya luka operasi

SC








Aktifitas terganggu





Trauma pada abdomen

SC





Risiko infeksi berhubungan dengan adanya lokasi incisi pada abdomen akibat pembedahan sekunder yang ditandai dengan:
Ada luka bekas operasi pada abdomen.
Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti Rubor, kalor,dolor tumor, dan Fungsiolaesa.

Nyeri akut b/d trauma pada Abdomen akibat incisi sectio saesaria yang ditandai dengan Ibu mengatakan nyeri pada luka daerah operasi skala nyeri 3 ( 0 – 10 )
Wajah ibu tampak meringis saat mau berdiri dan berjalan.

III. PERENCANAAN
A Prioritas masalah
1. Nyeri akut berhubungan dengan trauma pada abdomen akibat incisi sectio
saesaria yang ditandai dengan ibu mengatakan nyeri pada luka daerah operasi
skala nyeri 3 ( 0 – 10 ) . Wajah ibu tampak meringis saat mau berdiri dan ber
jalan.

2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang cara perawatan luka post operasi ditandai dengan : ibu mengatakan kurang mengerti tentang cara perawatan luka post operasinya setelah sampai dirumah,ibu menanyakan kapan sebaiknya kontrol setelah diperbolehkan pulang.

3. Risiko infeksi berhubungan dengan adanya lokasi incisi pada abdomen akibat pembedahan sekunder ditandai dengan ada luka bekas operasi pada abdomen. Tidak ada tanda –tanda infeksi seperti : Rubor ,Kalor,dolor ,tumor dan fungsiolaesa.





2. Rencana Keperawatan
Rencana Keperawatan pada Pasien Ibu ” MS ”
Dengan P3O13 Post SC + Tubectomy hari ke - 2
Di Ruang Nifas RSUD Kabupaten Badung
Lantai II Tanggal 27 – 28 September 2008
No Hari/Jam/Tgl DX Peperawatan Tujuan Rencana Keperawatan Rasional
1 Minggu
28 – 9 – 2008
16.30
Nyeri akut b/d trauma pada Abdomen akibat incisi sectio saesaria yang ditandai dengan Ibu mengatakan nyeri pada luka daerah operasi skala nyeri 3 ( 0 – 10 )

Wajah ibu tampak meringis saat mau berdiri dan berjalan Setelah diberikan askep selama 1 x 24 jam , keluhan nyeri pasien berkurang dengan kriteria Evaluasi :
Pasien mengatakan nyeri berkurang.
Nyeri saat bergerak / berjalan berkurang
Skala nyeri 0 -1 ( 0 – 10 )

Ibu tampak lebih rileks. Tentukan adanya lokasi dan sifat ketidak nyamanan.

Observasi oedema, nyeri tekan lokal, eksudat purulen atau kehilangan perlekatan jahitan

Anjurkan penggunaan tehnik pernafasan atau relaksasi




Delegatif pemberian mefinal 3 x 500 mg Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan khusus dan intervensi yang tepat.
Komplikasi yang memerlukan evaluasi atau intervensi lanjut.

Meningkatkan rasa kontrol dan dapat menurunkan beratnya ketidak nyamanan.
Analgetik bekerja pada pusat otak lebih tinggi untuk menurunkan persepsi nyeri







No Hari/Jam/Tgl DX Peperawatan Tujuan Rencana Keperawatan Rasional
2 Minggu
28 – 9 – 2008
16.30
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang cara perawatan luka post operasi ditandai dengan : ibu mengatakan kurang mengerti tentang cara perawatan luka post operasinya setelah sampai dirumah,ibu menanyakan kapan sebaiknya kontrol setelah diperbolehkan pulang.
Setelah diberikan askep selama 1 x 30 menit diharapkan ibu mengetahui cara perawatan luka operasi ditandai dengan :
Ibu mengatakan mengerti tentang cara perawatan luka operasinya setelah sampai dirumah.
Ibu tahu kapan seharusnya kontrol apabila sudah diperbolehkan pulang.
Memberikan informasi kepada pasien agar selalu dijaga kebersihan lukanya dan jangan sampai lukanya kena air apabila pasien sudah boleh pulang.




Anjurkan pada pasien agar makan-makanan yang bergizi






Memberikan penjelasan pada pasien pentingnya kontrol setelah diperbolehkan pulang.





Dengan hidup bersih dan menghindari kontak air dengan luka bisa mempercepat proses penyembuhan.






Dengan makan-makanan yang bergizi juga bisa mempercepat penyembuhan luka.


Untuk mengevaluasi keadaan luka post operasi.









No Hari/Jam/Tgl DX Peperawatan Tujuan Rencana Keperawatan Rasional
3





















Minggu
28 – 9 - 2008
16.30

















Risiko infeksi berhubungan dengan adanya lokasi incisi pada abdomen akibat pembedahan sekunder ditandai dengan ada luka bekas operasi pada abdomen. Tidak ada tanda –tanda infeksi seperti : Rubor ,Kalor,dolor ,tumor dan fungsiolaesa.





. Setelah diberikan askep selama 1 x 24 jam dengan kriteria evaluasi :
Ibu sudah nelihat langsung cara memandikan bayi.
Ibu dapat mendemonstrasikan cara parawatan tali pusat.
Ibu dapat melakukan perawatan payudara sendiri.
Ibu tahu kapan anaknya harus disusui..

Demonstrasikan tehnik perawatan bayi.

Berikan informasi pada pasien
.Tehnik perawatan putting dan perawatan payudara.
. Fisiologi laktasi.

. Kebutuhan diet dan cairan.

. Perlunya menghindari penggunaan obat tanpa konsultasi dengan pemberian pelayanan kesehatan lebih dahulu.

. Anjurkan pentingnya pemeriksaan pasca partum.





Ukur suhu dan nadi setiap 6 jam

Inspeksi sisi perbaikan episiotomi setiap 8 jam. Perhatikan nyeri tekan berlebihan, eksudat purulen dan oedema.

Anjurkan ibu mandi setip hari, ganti pembalut setiap 4 jam dan cebok dari arah depan kebelakang

Delegatif pemberian Amoxan 3 x 500 mg
Myotonic 3 x 1 tab Membantu orang tua dalan penguasaan tugas-tugas baru.

Membantu meningkatkan kebersihan laktasi , meningkatkan suplay ASI dan menurunkan kemungkinan trauma pada putting. Beberapa obat dikontraindikasikan dan harus digunakan secara waspada selama laktasi.

Untuk mengevaluasi pemulihan organ Reproduksi.




Peningkatan sushu pada 24 jam pertama sangat menandakan infeksi.

Diagnosisi dini dari infeksi lokal dapat mencegah penyebaran pada jaringan uterus

Mencegah penyebaran infeksi.

Mencegah penyebaran infeksi kejaringan sekitar

IV. PELAKSANAAN.
Pelaksanaan Keperawatan Pada Ibu ASW Dengan PIOOI
Post Partum Spontan Belakang Kepala
Hari Ke 1 Di Ruang Rawat Nifas
RSUD Kabupaten Badung
Tgl 12 September 2008

Hari / tgl/jam No DX Tindakan Evaluasi / Respon Paraf
Jumat, 12 – 9 – 2008, 17.30

18.00




















09.00











09.30 I




IV








I,IV



I







III











II









IV Observasi luka episiotomi




Mengukur Vital Sign



Menganjurkan pada ibu agar mengganti pembalut setiap 4 jam dan kalau cebok dari arah depan ke belakang.

Delegatif pemberian :
Amoxan 3 x 500 mg,Myotinic 3 x 1 tab, B.Com C 2 x 1 tab

Mengobservasi luka jahitan perinium

Mengajarkan tehnik pernafasan dalam



Memberi informasi pada ibu tentang :
Kebutuhan diet dan cairan .

Pemeriksaan pasca partum.

Keuntungan menyusui.

Penggunaan obat harus konsultasi dengan petugas kesehatan

Mengajarkan ibu cara menyusui.









Mengukur vital sign Oedema - , kemerahan -, jahitan +
Ibu mengatakan kalau bangun dari duduk nyeri pada luka jahitan lebih terasa

Suhu 36 .7◦ c. Nadi 80 x / mt, Resp : 20 x / mt T : 110 / 70 mm hg.

Pasien mengatakan sudah ganti pembalut setiap 4 jam.



Reaksi allergi -, muntah –



Oedema - , Kemerahan -


Ibu mengatakan rasa nyeri pada luka jahitan sudah berkurang skala nyeri 1 ( 0 – 10 ). Ibu tampak rileks.

Ibu mengatakan akan mengikuti anjuran petugas dan kalau ada keluhan akan segera kontrol.









Bayi sudah mau netek pada kedua payudara ibu,tapi karena ASI belum banyak keluar bayi terkadang masih rewel sehabis netek, sehingga di bantu susu formula persendok.
Bayi sudah BAB miconium 1 x dari pagi dan BAK 2 x dari pagi.


Suhu 36,5◦ c, Nadi 80 x / mt, R : 20 x / mt, T 110 / 70mm Hg






V EVALUASI
Evaluasi Keperawatan Pada Pasien Ibu ASW Dengan
PIOOI Post Partum Spontan Belakang Kepala
Hari ke 1 di Ruang Rawat Nifas
RSUD Kab Badung
Tgl 12 September 2008-09-19
NO Hari / Tgl/Jam No DX Evaluasi Paraf
1 Sabtu,13 Sept 2008 I S : Ibu mengatakan rasa nyeri pada luka jahitan sudah berkurang skala nyeri 1 ( 0 – 10 )

O : Pasien tampak rileks

A : Masalah teratasi

P : Pertahankan kondisi IBU
2 Sabtu,13 Spet2008 II S : Ibu mengatakan ASI nya sudah mulai keluar banyak, kolostrum mulai banyak.

O : Konsistensi payudara mulai padat
Habis menyusui bayi tenang.
Puting susu kiri mulai menonjol

A : Masalah teratasi.

P : Pertahankan kondisi Ibu
3 Sabtu, 13 Sept 2008 III S : Ibu mengatakan akan mencoba memandikan bayinya sendiri dirumah.

O : Ibu dapat mendemonstrasikan kembali cara perawatan payudara.
Ibu belajar cara perawatan Payudara.
Ibu tahu kapan bayinya harus netek

A : Masalah teratasi.

P : Pertahankan kondisi ibu
4 Sabtu, 13 Sept 2008 IV S : Ibu mengatakan nyeri pada luka jahitan berkurang.

O : Oedema dan kemerahan – pada luka episiotomi ( suhu 36.5◦ c )

A : Masalah teratasi.

P : Pertahankan kondisi Ibu







Mengetahui Badung, 11 September 2008

Pembimbing Praktek Kelompok B
Maternitas II



( ...................................) ( Mahasiswa )



Mengetahui
Pembimbing Akademik



(...........................................)

asuhan keperawatan pasien dengan Post Prostatektomy O/k BPH Grade III.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Kemajuan ekonomi di Indonesia,perbaikan lingkungan hidup dan majunya ilmu kedokteran mampu meningkatkan umur harapan hidup ( life expectancy ) sehingga mengakibatkan angka harapan hidup pada usia lanjut menjadi bertambah dan memiliki kecendrungan akan terus meningkat dengan cepat.Proses menjadi tua dapat menimbulkan berbagai perubahan fisik yang sifatnya negatif seperti misalnya,rambut berubah dan menipis,kerutan di wajah,bercak – bercak coklat pada kulit wajah semakin tampak jelas.Proses penuaan dapat juga mengakibatkan berbagai penyakit,salah satunya banyak menyerang sistem perkemihan ( Urinaria ).Dari berbagai jenis penyakit sistem perkemihan terdapat salah satu penyakit yaitu pembengkakan pada prostat yang di sebut BPH ( Benigna Prostat Hiperplasia ).Kasus terjadinya pembengkakan pada prostat diperkirakan dialami oleh sekitar 50 -60% pria yang berusia 49 th sampai 59 tahun.Banyak pria tengah baya dengan penyakit ini merasa perlu buang air kecil berkali – kali,terkadang setiap jam.Banyak pula merasa sakit dan harus mengejan ketika buang air kecil,aliran urine semakin melemah atau merasa belum puas sehabis kecing ( Jong W.D dan Sjamsuhidajat ,2005;Franklin,Benjamin,2007 )
Berdasarkan catatan rekam medis RSUD Wangaya tahun 2010 bulan Pebruari sampai April 2010 jumlah pasien yang terdiagnosa mengalami BPH sebanyak 30 dimana 10 orang diantaranya telah menjalani pembedahan prostatektomy.
Penatalaksanaan medis seperti pembedahan prostatectomy mengakibatkan suatu masalah bagi seseorang yang menjalaninya misalnya seperti perubahan atau gangguan dalam pemenuhan kebutuhan sehari – hari. Maka dari itu diperlukan tindakan pengobatan dan perawatan secara intensif untuk menghindari terjadinya peningkatan stadium BPH lebih lanjut serta mencegah komplikasi yang menyertainya yang dapat berupa refluks vesikoureter,hidroureter,hidronefrosis dan gagal ginjal,maka diperlukan peran perawat dalam mengatasi masalah tersebut di atas.Apabila seseorang tidak menginginkan penyakit seperti pembesaran prostat tersebut maka pola hidup yang sehat dan teratur harus di terapkan sedini mungkin agar kesehatan kita terjaga.
Dilihat dari hal tersebut di atas,maka penulis tertarik pengangkat kasus dengan judul ” ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN WS DENGAN POST PROSTATEKTOMY O/K BPH GRADE III DI RUANG ICU RSUD WANGAYA DENPASAR PADA TANGGAL 21 MEI 2010 ” Harapan penulis dengan adanya laporan kasus ini nantinya dapat bermanfaat dalam memberikan asuhan keperawatan pada kasus – kasus yang terjadi khususnya pada pasien post Prostatektomy O/k BPH Grade III .




I. Tujuan Penulisan
A. Tujuan umum
Untuk memperoleh gambaran umum tentang asuhan keperawatan pasien dengan Post Prostatektomy O/k BPH Grade III.
B. Tujuan khusus
Tujuan khusus dari ditulisnya studi kasus ini adalah agar penulis dapat
a. Melakukan pengkajian pada pasien dengan Asuhan Keperawatan Pasien W.S dengan Post Prostatektomy O/k Grade III hari ke II
b. Membuat perencanaan pada pasien dengan Asuhan Keperawatan Pasien W.S dengan Post Prostatektomy O/k Grade III hari ke II
c. Melakukan tindakan perawatan dari perencanaan yang dibuat pada pasien dengan Asuhan Keperawatan Pasien W.S dengan post Prostatektomy O/k Grade III hari ke II
d. Melakukan evaluasi pada pasien dengan asuhan keperawatan pasien W.S dengan post Prostatektomy O/k Grade III hari ke II
II. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penyusunan kasus ini adalah metode diskriptif dengan menggunakan tehnik pengumpulan data, wawancara, pemeriksaan fisik dan studi dokumentasi





1. SISTEMATIKA PENULISAN
Dalam penyusunan laporan ini, secara garis besar dibagi menjadi empat bab. Adapun sistematikanya adalah sebagai berikut : BAB I yaitu pendahuluan yang menguraikan tentang latar belakang penulisan, tujuan penulisan yang mencakup tujuan khusus dan tujuan umum, metode penulisan dan sistematika penulisan. BAB II mencakup tinjauan teoritis dan tinjauan kasus, dimana tinjauan teoritis meliputi konsep dasar BPH dan konsep dasar asuhan keperawatan kasus. Konsep dasar Post Op BPH Grade III hari ke 2 menguraikan pengertian, patofisiologis, pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaan medis. Konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan post op BPH grade III meliputi pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan rencana evaluasi. Sedangkan pada tinjauan kasus meliputi pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. BAB III yaitu pembahasan yang membahas kesenjangan antara teori dengan kenyataan, argumentasi atas kesenjangan yang terjadi, solusi yang diambil saat memberikan asuhan keperawatan. BAB IV yaitu penutup yang berisikan kesimpulan dan saran.








BAB II
TINJAUAN TEORITIS DAN TINJAUAN KASUS

A. TINJAUAN TEORITIS
1. Konsep Dasar Benigna Prostat Hipertropi ( BPH )
a. Pengertian
Benigna Prostat Hipertropi ( BPH ) merupakan kelainan yang sering ditemukan,dimana terjadi pembesaran kelenjar periuretral yang dapat mendesak jaringan prostate yang asli ke perifer dan menjadi sampai bedah ( sjamsuhidayat dan wim de jong,2005 )
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria lebih tua dari 50 th ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius ( Doenges ,2000, hal 671 )
b. Patofisiologi
Hiperplasia prostat dapat disebabkan oleh beberapa factor seperti usia,gangguan keseimbangan hormon,dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormon testosteron dan estrogen ,hal ini disebakan oleh berkuranganya produksi testosteron dan juga dan juga terjadinya konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposis diferifer.Estrogen inilah yang kemudian menyebabkan terjadinya hyperplasia stroma.Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi relatif testosteron dan estrogen akan menyebabkan terjadinya pembesaran prostat.Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan – lahan maka efek terjadinya perubahan pada traktus urinarius juga terjadi secara perlahan-lahan.Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat,resistensi pada leher vesika dan daerah prostat meningkat dan detrussor menjadi lebih tebal.Penonjolan Serat detrussor ke dalam kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut “ Trabekulasi” ( buli – buli balok ) mukosa Vesika dapat menerobos keluar diantara serat detrussor sehingga terbentuk tonjolan mukosa.Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan “ Sakula “ sedangkan yang besar disebut “ divertikel “. Apabila keadaan berlanjut maka detrussor akan menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekovensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin.Tanda dan gejala yang biasanya ditemukan adalah gejala obstruktif dan iritatif. Gejala Obstruktif yaitu penderita harus menuggu pada permulaan miksi ( hesistency ),Miksi terputus ( Intemitency ),menetes pada akhir miksi ( Terminal dribbling ) miksi menjadi lemah rasa belum puas sehabis miksi.Gejala obstruktif terjadi karena detrussor gagal berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama dan sehingga kontarksi terputus – putus,sedangan gejala iritatif yaitu bertambahnya frekwensi miksi,nokturia,miksi sulit ditahan ( urgensi ) dan nyeri pada waktu miksi ( Disuria ).Gejala iritatif terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau pembesaran prostat menyebabkan rangasangan pada vesika sehingga vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh.
Apabila vesika menjadi dekompensasi,akan terjadi retensi urine di dalam vesika dan timbul rasa tidak tuntas pada akhir miksi.Jika keadaan ini berlanjut pada suatu saat akan terjadi kemacetan total,sehingga tidak mampu lagi miksi,karena produksi urine terus terjadi maka pada suatu saat vesika tidak mampu lagi menampung urine sehingga tekanan intravesika terus meningkat.Apabila tekanan vesika menjadi lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan obstruktif,akan terjadi inkonetinesia paradoks ( overflow incontinence ).Retensi kronik menyebabkan refluks vesikoureter,hidroureter,hidronefrosis dan gagal ginjal.Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi,pada waktu miksi penderita harus selalu mengedan sehingga lama – kelamaan menyebabkan hernia atau haemoroid karena selalu terdapat sisa urine dapat terbentuk batu endapan di dalam vesika.Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria.Batu tersebut dapat pula menyebabkan sistisis dan bila terjadi refluks dapat terjadi pielonefritis.
c. Derajat Benigna Prostat Hipertropi ( BPH )
Secara klinis derajat berat ringanya gejala klinik Benigna Prostat Hopertropi ( BPH ) di bagi menjadi empat gradasi yaitu :
1) Derajat I
• Beratnya + 20 gram
• Ditemukan keluhan prostatismus
• Pada pemeriksaan colok dubur ditemukan penonjolan prostat dan sisa urine < 50 ml

B. Derajat II
• Beratnya 20 – 40 gram
• Ditemukan tanda dan gejala pada derajat I
• Prostat lebih menonjol,batas atas masih teraba
• Urine > 50 ml tetapi kurang 100 ml
C. Derajat III
• Beratnya > 40 gram
• Seperti pada derajat II
• Batas prostat tidak teraba lagi
D. Derajat IV
• Terjadi Retensi urine total.
d. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik
1) Pemeriksaan Laboratorium
• Pemeriksaan DL,faal ginjal,serum elektrolit dan kadar gula digunakan untuk memperoleh data dasar keadaan umum klien.
• Pemeriksaan urine lengkap dan kultur
• PSA ( Prostatik Spesifik Antigen ) penting diperiksa sebagai kewaspadaan adanya keganasan.
2) Pemeriksaan Uroflowmetri
Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urine.Secara Obyekti pancaran urinre dapat diperiksa dengan uroflowmetri dengan penilaian :
a) Flow rate maksimal > 15 ml /dtk = Non Obstruktif
b) Flow rate maksimal 10 – 15 ml/dtk = Border line
c) Flow rate maksimal < 10 ml/dtk = Obstuktif
3) Pemeriksaan Imaging dan Rontgen
a) BOF ( Buik Overzich ) untuk melihat adanya batu dan metastase pada tulang.
b) USG (Ultrasonografi ) digunakan untuk memeriksa konsistensi volume dan besar prostat juga keadaan buli-buli termasuk residual urine .Pemeriksaan dapat dilakukan
c) IVP ( Pyelografi Intravena )
Digunakan untuk melihat pungsi eksresi ginjal dan adanya hirdonefrosis.
d) Pemeriksaan Panendoskop
Untuk mengetahui keadaan uretra dan Buli - buli
e. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksaan medis yang dapat dilakukan adalah :
1) Observasi ( Watcfull Waiting )
• Dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan
• Anjuran yang biasa diberikan dengan mengurangi minum setelah makan malam
• Mengurangi minum kopi / alkohol
2) Therapi Medikamentosa
a) Penghambat adrenergik
Obat yang digunakan adalah prasosin, dexazosin, terazosin, afluzosin, obat yang menghambat reseptor – reseptor yang banyak di temukan pada otot polos di trigonum,leher vesika.
b) Penghambat Ensim 5-a reduktase
Obat golongan ini dapat menghambat pembentukan OHT sehingga prostat yang membesar akan mengecil.
c) Filo Therapi
Pengobatan filotherapi yang ada di indonesia antara lain epiprostat.Efek sampingnya diharapkan terjadi setelah pemberian selama 1 – 2 bulan.
3) Pembedahan
a) Indikasi pembedahan pada BPH :
• Pasien yang mengalami retensi urine atau pernah retensi urine akut.
• Pasien dengan residual > 100 ml
• Pasien dengan penyulit
• Therapi medikamentosa tidak berhasil
• Flowmeter menunjukan pada obstruksi
b) Pembedahan dapat dilakukan dengan :
a) TURP ( Trans Uretral Reseksi Prostat 90 – 95 % )
b) Retropubic atau extraventricul prostatektomy
c) Perianal Prostatektomy
d) Suprapubic atau prostatektomy
4) Alternatif lain misalnya : Kriyoterapi,Hipertermia,Termoterapi,Terapi Ultrasonik.
d. Penatalaksanaan post prostaktetomy di ICU
1) Awasi ABC (airway, breathing dan circulation)
2) Irigasi ( 6 jam pertama 60 tetes, selanjutnya 40 tetes, 30 tetes, 20 tetes sampai urine warnanya jernih)
3) Posisi tidur (posisi V)
2) Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Post Op Benigna Prostat Hipertropi
1) Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan. Pada tahap ini akan dilaksanakan pengumpulan, penganalisaan data, perumusan masalah dan diagnosa keperawatan.
1) Pre operasi
a) Data subyektif
• Pasien mengatakan panas saat kencing
• Pasien mengatakan sering kencing dimalam hari
• Pasien saat kencing sedikit mengedan
• Pasien mengatakan kencingnya terputus – putus
• Pasien mengatakan nyeri saat berkemih
b) Data obyektif
• Pasien mengatakan cemas dengan penyakitnya dan prodsedur pembedahan
• Pasien mengeluh lemas
• Pasien mengatakan sering terbangun di malam hari untuk kencing
2) Post operasi
a) Data subyektif
• Pasien merasa cemas dengan keadaannya
• Pasien mengeluh kencing tidak terasa
• Pasien mengatakan nyeri pada luka operasi
• Pasien mengatakan ragu untuk berkemih
b) Data obyektif
• Pasien terpasang three way chateter
• Terdapat perdarahan post operasi
• Terdapat draine berwarna cairan merah dan tertampung dalam urine bag
• Pasien tampak meringgis di tempat tidur
• Aktivitas terbatas dan semua kebutuhan dibantu
Diagnosa Keperawatan
1) Pre operasi
a) Retensi urine berhubungan dengan penyumbatan sfingter skunder akibat pembesaran prostat
b) Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan spasme otot skunder akibat BPH
c) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
d) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit,proses pengobatan dan pembedahan.
e) Resiko infeksi berhubungan dengan residual urine akibat pembesaran prostate.
2) Post operasi
a) Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme otot sekunder terhadap pembedahan (Benigna Prostat Hipertropi ).
b) Risiko infeksi berhubungan dengan adanya luka post operasi BPH.
c) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan masukan oral
d) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik sekunder akibat operasi..
e) Pola eleminasi urine berhubungan dengan efek – efek pembedahan sfingter kandung kemih skunder terhadap pasca prostatektomy
f) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi penyakit,prognosis,kebutuhan pengobatan.
2) Perencanaan
Pada tahap ini diawali dengan membuat prioritas diagnosa keperawatan berdasarkan kebutuhan hirarki A.Maslow,Aktual,Resiko, mudah tidaknya masalah untuk di tanggulangi.
Selanjutnya rencana perawatan dibuat berdasarkan diagnosa keperawatan yang ada dan mengacu pada tujuan yaitu :
1) Pre operasi
a) Retensi urine berhubungan dengan penyumbatan spingter sekuder akibat pembesaran prostate.
Tujuan : Berkemih dalam jumlah yang cukup.
Kriteria hasil : Berkemih dengan lancar,tidak teraba distensi kandung kemih
Intervensi :
(1) Dorong masukan cairan samapi 3000 ml sehari,dalam
tolerasi jantung bila di indikasikan
Rasional : Peningkatan aliran cairan mempertahankan ferfusi ginjal untuk membersikan ginjal dan kandung kemih dari pertumbuhan bakteri.
(2) Observasi aliran urine,perhatikan ukuran dan kekuatan
Rasional : Berguna untuk mengevaluasi obtruksi dan pilihan intervensi.
(3) Dorong Pasien untuk berkemih tiap 2-4 jamdan bila tiba-tiba dirasakan.
Rasional : Meminimalkan retensi urine,distensi berlebihan pada kandung kemih.
(4) Awasi dan catat waktu dan jumlah tiap berkemih
Rasional : Retensi urine meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan atas yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal.
(a) Awasi tanda vital dengan ketat
Rasional : Mengetahui perkemabangan pasien terutama tekanan darah apabila meningkat dapat berlanjut ke penurunan fungsi ginjal.
b) Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan sapasme otot sekuder akibat BPH
Tujuan : Nyeri Berkurang/hilang
Kriteria hasil : Ungkapan Nyeri berkurang/terkontrol,tampak rileks mampu tidur atau istirahat dengan tepat
Intervensi :
(1) Kaji nyeri ,Perhatikan lokasi,intesitas ( Skala 0-10 ) ,lamanya
Rasional : Memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan atau keefektifan intervensi
(2) Pertahankan tirah baring bila diindikasikan
Rasional : Tirah baring mungkin diperlukan pada awal selama fase retensi akut.Namun ambulasi dini dapat memperbaiki pola berkemih normal dan menghilangkan nyeri
(3) Berikan tindakan kenyamanan,contoh : Pijatan punggung membantu pasien melakukan posisi yang nyaman mendorong penggunaan relaksasi/latihan nafas dalam = aktifitas terapiutik.
Rasional : Meningkatkan relaksasi,memfokuskan kembali perhatian,dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
(4) Melakukan kateter dan dekatkan untuk kelancaran drainase
Rasional : Meningkatkan relaksasi otot
(5) Kolaborasi dengan tim medis lainnya dalam pemberian analgetik
Rasional : Diberikan untuk menghilangkan nyeri berat,memberikan relaksasi mental dan fisik.
c) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan : Cemas pasien berkurang
Kriteria hasil : Tampak rileks,menyatakan tidak khawatir,tidak emosi,pasien dapat menyebutkan hal-hal yang menyebabkan dirinyan cemas,pasien tidak bertanya – tanya lagi.
Intervensi :
(1) Bina hubungan saling percaya
Rasional : Menunjukan perhatian dan keinginan untuk membantu dalam diskusi subjek sensitif
(2) Berikan Informasi tentang prosedur dan tes khusus,dan apa yang terjadi.contoh kateter,urine berdarah,iritasi kandung kemih,ketahui seberapa banyak informasi yang diinginkan pasien.
Rasional : Membatu pasien memahami tujuan dari apa yang dilakukan,dan mengurangi masalah karena ketidaktahuan termasuk ketakutan akan kanker.Namun kelebihan informasi tidak membantu dan dapat meningkatkan asites.
(3) Pertahankan prilaku nyata dalam melakukan prosedur/menerima pasien,lindungi privasi pasien.
Rasional : Menyatakan penerimaan dan menghilangkan ras malu pasien.
(4) Motivasi pasien/orang terdekat untuk menyatakan masalah/perasaan
Rasional : Mendifinisikan masalah,memberikan kesempatan untuk menjawab pertayaan,memperjelas kesalahan konsep,dan solusi pemecahan masalah.
(5) Beri penguatan informasi pasien yang telah diberikan sebelumnya.
Rasional : Memungkinkan pasien untuk menerima kenyataan dan menguatkan kepercayaan pada pemberian perawatan dan pemberian informasi.
d) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit,proses pengobatan dan pembedahan.
Tujuan : Pengetahuan pasien bertambah
Kriteria hasil : Menyatakan pemahaman proses penyakit/ prognosis mengidentifikasikan hubungan/tanda gejala proses penyakit melakukan perubahan pola hidup/perilaku yang perlu berpartisipasi dalam program pengobatan..
Intervensi :
(1) Kaji ulang proses penyakit,pengalaman pasien
Rasional : Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi terapi.
(2) Dorong menyatakan rasa takut / perasaan dan perhatian
Rasional : Membantu pasien mengontrol perasaan dapat merupakan rehabilitasi vital.
(3) Anjurkan menghindari makanan berbumbu,kopi,alkohol, mengemudikan mobil lama,pemasukan cairan cepat.
Rasional : Dapat menyebabakan iritasi prostat dengan masalah kongesti.Peningkatan tiba-tiba pada aliran urine dapat menyebabkan distensi kandung kemih dan kehilangan tonus kandung kemih mengakibatkan retensi urinaria akut.
(4) Berikan informasi tentang anatomi dasar seksual,dorong pertanyaan dan tingkatkan dialog tentang masalah
Rasional : Memiliki informasi tentang anatomi membantu pasien memahami implikasi tindakan lanjut,sesuai dengan efek penampilan seksual.
(5) Beri penguatan pentingnya evaluasi medik untuk sedikitnya 6 bulan – 1 tahun termasuk pemeriksaan rektal urinal sisa
Rasional : Hipertropi berulang dan atau infeksi disebabkan oleh organisme yang sama atau berbeda
e) Resiko infeksi berhubungan dengan residu urine akibat pembesaran prostat
Tujuan : Resiko infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil : - WBC normal : 4 -11 10 ^ 3/uL
(i) Tanda-tanda vital noramal S=36°C
(ii) Tanda-tanda infeksi tidak ada ( Kalor, Rubor,Dulor,Tomor,Fungsilasia )
Intervensi :
(1) Anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan kulit di sekitar kemaluan
Rasional : agar kuman tidak berkembang biak.
(2) Observasi tanda-tanda vital ( TVV )
Rasional : Mengetahui perkembangan lebih lanjut,terutama suhu,suhu meningkat merupakan salah satu tanda – tanda infeksi.
(3) Observasi tanda-tanda infeksi seperti : kalor,rubor,dolor, tumor,fungsilasia
Rasional : Mengetahui secara dini tanda-tanda infeksi dan keefektifan intervensi
(4) Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium
Rasional : Pemeriksaan WBC menunjukan tanda-tanda infeksi
(5) Kolaborasi dalam pemberian antibiotik
Rasional : Antibiotik mencegah terjadinya infeksi.

2) Post operasi
a) Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme otot sekunder terhadap pembedahan (appendiktomi).
Tujuan : nyeri hilang atau terkontrol
Kriteria hasil : pasien tampak rileks, mampu tidur atau istirahat dengan baik, nadi 80-84 x/menit, pasien tidak meringgis, skala nyeri ringan (1-3)
Intervensi :
(1) kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (skala 0-10)
Rasional : perubahan karakteristik nyeri menunjukkan
terjadinya abses / peritonitis, memerlukan upaya
evaluasi medik dan intervensi.
(2) Pertahankan istirahat dengan posisi fowler
Rasional : menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang.
(3) Ajarkan tehnik distraksi dan relaksasi
Rasional : meningkatkan relaksasi dan dapat
meningkatkan kemampuan koping),
(4) Berikan analgetik sesuai indikasi
Rasional : menghilangkan nyeri mempermudah kerjasama
dengan intervensi terapi lain.
(5) observasi vital sign
Rasional : respon nyeri meliputi perubahan td, nadi dan
pernafasan yang berhubungan dengan keluhan
dan tanda vital memerlukan evaluasi lanjut.
(b) Berikan lingkungan yang tenang
Rasional : menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar.
b) Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka post operasi BPH
Tujuan : tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil : tanda-tanda infeksi tidak ada, mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, hasil lab. WBC (4,00-11,00 k/ul), bebas drainase purulen atau eritema dan demam.
Intervensi :
(1) Gunakan tehnik aseptik pada semua prosedur perawatan dan rawat luka dengan tehnik streril
Rasional : mikroorganisme bisa masuk pada setiap prosedur yang dilakukan.
(2) Observasi tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, tumor, rubor, fungsio lasea)
Rasional : infeksi atau tidak sehingga dapat memberikan
tindakan yang cepat dan tepat.
(3) Observasi tanda-tanda vital
Rasioanal : dengan adanya infeksi dapat terjadi sepsis

(4) Delegatif dalam pemberian obat antibiotika
Rasional : antibiotika dapat membunuh kuman penyebab Infeksi.
(5) Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium
Rasional : mengetahui secara dini adanya infeksi di dalam
Tubuh.
c) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mengontrol perdarahan.
Tujuan : Volume cairan adekuat dan tidak ada perdarahan
Kriteria hasil : Hidrasi adekuat,tanda-tanda vital stabil,nadi perifer teraba,pengisian kapiler baik,membran mukosa lembab.
Intervensi :
(1) Awasi tanda – tanda vital,terutama suhu,nadi dan respirasi
Rasional : Pasien yang menjalani prostatektomy beresiko untuk syok bedah/septik sehubungan dengan manipulasi/istrumentsi.
(2) Awasi pemasukan dan pengeluaran cairan
Rasional : Indikator keseimbangan cairan dan kebutuhan penggatian.
(2) Motivasi pemasukan cairan 3000 ml/hari kecuali kontarindikasi



Rasional : Membilas ginjal/kandung kemih dari bakteri dan
debris tetapi dapat mengakibatkan intoksikasi
cairan/kelebihan cairan bila tidak diawasi
dengan ketat.
(4) Evaluasi warna konsistensi urine ( merah terang ,keruh gelap,atau dengan bekuan gelap )
Rasional : Mengindikasikan perdarahan arterial dan perlu
terapi cepat ,perdarahan dari vena, atau
menunjukan diskrasia darah ( masalah pembekuan sistemik )
(5) Kendorkan traksi 4-5 jam.Catat periode pemasangan dan pengendoran traksi,bila digunakan
Rasional : Traksi lama dapat menyebabkan trauma atau masalah permanen dalam mengontrol urine.
(6)Kolaborasi dengan tim medis dalam pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi.
Rasional : Untuk evaluasi kehilangan darah / kebutuhan penggantian..
d) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik sekunder akibat operasi
Tujuan : pasien dapat melakukan aktivitas secara bertahap
Kriteria hasil : pasien dapat memnuhi kebutuhan ADL secara
bertahap, pasien dapat melakukan mobilisasi secara bertahap.
Intervensi :
(1) Kaji kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan
Rasional : untuk mengetahui kemampuan pasien dalam
memenuhi ADLnya.
(2) Kaji keseimbangan/kelemahan otot
Rasional : untuk mengetahui kemampuan pasien untuk
melakukan mobilisasi.
(3)Lakukan mobilisasi secara bertahap sesuai kondisi pasien Rasional : untuk mencegak kontraktur .
e) Perubahan pola eleminasi urine berhubungan dengan efek-efek pembedahan sfingter kandung kemih skunder terhadap pasca prostatektomy.
Tujuan : Pola eleminasi urine kembali normal
Kriteria hasil : Berkemih dengan jumlah normal tanpa retensi dan pola eleminasi urine tidak mengalami obtruksi
Intervensi :
(1) Kaji uretra atau kateter supra pubis terhadap kepatenan
Rasional : Memperthankan kepatenan kateter pada tempatnya
(2) Kaji warna,kateter dan aliran urine serta adanya bekuan melalui kateter tiap 2 jam
Rasional : Mengindikasikan adanya sumbatan oleh karena perdarahan pembentukan bekuan,dan pembenaman kateter pada distensi kandung kemih.
(5) Catat jumlah irigasi dan haluaran urine,kurangi irigan dengan haluaran,laporkan retensi dan haluaran urine 30 ml/jam
Rasional : Memperthankan hidrasi adekuat adn perfusi ginjal untul aliran urine,penjadwalan masukan cairan menurunkan berkemih atau gangguan tidur selama malam hari
(4) Pertahankan irigasi kandung kemih kontinu sesuai indikasi
Rasional : Menghindari terjadinya obstruksi,mencuci kandung kemih dari bekuan darah atau debris sehingga mempertahankan patensi kateter atau aliran urine
(5) Gunakan salin normal steril untuk irigasi sesuai pesanan,pertahankan tehnik steril dan atur aliran,lakukan 40 sampai 60 tetes/menit.
Rasional : Irigasi dengan suhu normal ( isotonik ) akan meminimalkan kehilangan untuk mempertahankan
(6) Setelah kateter dilepas ukur urine setiap berkemih, observasi kekuatan aliran.
Rasional : Berkemih dapat berlanjut menjadi masalah untuk beberapa waktu karena edema uretra dan kehilangan tonus.
f) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit, prognosis, kebutuhan pengobatan
Tujuan : menambah infomasi tentang penyakit, prognosis, kebutuhan pengobatan
Kriteria hasil : dengan tepat menunjukkan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alas an suatu tindakan.
Intervensi :
(1) Tinjau ulang pembedahan/prosedur khusus yang dilakukan dan harapan masa depan
Rasional : Sediakan pengetahuan dasar di mana pasien dapat membuat pilihan.
(2) Tinjau ulang dan minta pasien/orang terdekat untuk menunjukkan perawatan luka jika di indikasikan
Rasional : meningkatkan kompetensi perawatan diiri dan meningkatkan kemandirian
(3) Tinjau ulang penghindaran faktor-foktor resiko misalnya pemanjanan pada lingkungan/orang yang terinfeksi
Rasional : mengurangi potensial untuk infeksi yang diperoleh
(4) Diskusikan terapi obat-obatan, meliputi penggunaan resep dan analgetik yang di jual bebas
Rasional : meningkatkan kerja sama dengan regimen, mengurangi resiko reaksi merugikan/efek-efek yang tidak menguntungkan.

3) Pelaksanaan
Pelaksanaan merupakan realisasi dari pengkajian dan penentuan diagnosa keperawatan. Pada tahap ini dilakukan pelaksanaan dari rencana yang telah ditentukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal. Pelaksanaan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan ( Nursalam, 2001).
4) Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi dilakukan untuk secara terus menerus pada respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi dua yaitu evaluasi proses atau formatif dilakukan setiap selesai melakukan tindakan, evaluasi hasil atau evaluasi sumatif dilakukan dengan membandingkan respon pasien pada tujuan yang telah ditentukan. Respon klien terhadap tindakan, dilakukan secara terus menerus setiap selesai melakukan tindakan yang ingin dicapai adalah :
1) Pre operasi
a) Retensi urine tidak terjadi
b) Nyeri berkurang atau hiang
c) Cemas pasien berkurang atau hilang
d) Pengetahuan pasien bertamabah
e) Infeksi tidak terjadi
2) Post operasi
a) Nyeri hilang atau terkontrol, infeksi tidak terjadi
b) Infeksi tidak terjadi
c) Resiko kekurangan volume Cairan tidak terjadi
g) Pasien mampu memenuhi ADL secara mandiri
h) Gangguan pola eliminasi tidak terjadi
i) Pengetahuan pasien bertambah.














B. TINJAUAN KASUS
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 21 Mei 2010 pada pukul : 08 30 wita di ruang ICU RSUD Wangaya dengan tehnik wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan catatan medik pasien.
a. Pengumpulan data Pasien Penanggung
1) Identitas pasien
Nama : W.S W.Su
Umur : 67 thn 46 thn
Jenis kelamin : Laki-laki Laki - laki
Status : kawin kawin
Suku bangsa : Bali/Indonesia Bali/Indonesia
Agama : Hindu Hindu
Pendidikan : SMP PT
Pekerjaan : Petani Swasta
Alamat : Banjar Selabih,Tabanan
2) Alasan dirawat
a) Keluhan utama
(1) Saat masuk rumah sakit
Tidak bias kencing ( Seret dan menetes )
(2) Saat pengkajian
Pasien mengeluh sakit pada daerah luka operasi


b) Riwayat penyakit
Pasien mengatakan sejak 5 tahun yang lalu sudah mengalami gangguan kencing yaitu setiap kencing seret, pasien mengatakan sudah melakukan pengobatan ke dokter dan mengkonsumsi obat cina + 1 bulan, setelah mengkonsumsi obat selama 1 bulan pasien mengatakan keluhannya hilang karena keluhannya sudah hilang pasien tidak lagi kontrol ke dokter maupun minum obat cina.
Pasien mengatakan 15 hari yang lalu (6 Mei 2010) sakitnya kumat lagi yaitu mengalami kencing seret dan nyeri setiap akan kencing, lalu oleh keluarga pasien diajak berobat ke RSU Tabanan, setelah diperiksa oleh dokter pasien disarankan untuk operasi lagi 1 bulan menunggu jadwal operasi. Selama menunggu pasien diberi obat 3 jenis yang harus di minum rutin setiap hari selama 1 minggu. setelah minum obat yang diberikan oleh dokter, pasien mengatakan keluahannya tidak ada perubahan, karena tidak tahan dengan keluhan yang dirasakan dan harus menunggu jadwal operasi lagi 1 bulan, agar cepat mendapat penanganan pada tanggal 18 Mei 2010 oleh keluarga pasien diajak berobat ke RSUD Wangaya. Setelah mendapat pemeriksaan oleh dokter pasien didiagnosa menderita BPH Grade III Pasien kemudian disarankan untuk operasi pengangkatan prostat ( Prostatektomy ).Setelah mendapat persetujuan dari keluarga dan konsul dokter anastesi,ditetapkan jadwal tgl. 19 Mei 2010.Kemudian diantar ke ruang Flaminggo untuk mendapat perawatan persiapan operasi Spt: cukur pubis dan lavemen.Pada tanggal 19 Mei 2010 jam 08.30 Wita pasien dibawa ke ruang operasi,jam 09.00 Wita pasien mulai menjalani operasi dan selesai jam 11.00 Wita.
Diagnosa Medis Tgl 19 Mei 2010 : Post Op BPH Grade III
Therapi tanggal 19 Mei 2010 : - IVFD RL 28 Tetes/menit
- Cepotaxim 3 x 2 gram
- Kalnex 3 x 1 gram
- Ranitidin 3 x 1 Amp
- Traksi 24 jam
- Diet bubur.
3) Riwayat penyakit sebelumnya
Pasien mengatakan tidak pernah menderita penyakit haemofili, jantung dan ginjal, pasien mengatakan tidak pernah menderita penyakit yang parah yang menyebabkan harus dirawat di rumah sakit.
4) Riwayat dalam keluarga
Pasien mengatakan dalam keluarga tidak ada yang memiliki riwayat penyakit BPH seperti yang dialami pasien. Dalam keluarga pasien tidak ada riwayat penyakit keturunan seperti DM, jantung, maupun asma dan penyakit menular seperti TBC paru, hepatitis.


5) Data Bio – Psiko – Sosial – Spiritual
a) Data biologis
(1) Bernafas
Pasien mengatakan sebelum sakit dan saat pengkajian tidak mengalami kesulitan dalam bernafas baik dan mengirup dan menghembuskan nafas.
(2) Makan dan minum
Makan : sebelum sakit pasien mengatakan biasa makan 3 x sehari dengan menu nasi, lauk pauk dan sayur habis 1 porsi setiap kali makan. Saat pengkajian pasien mengatakan makan bubur biasa dan habis ¾ porsi yang disediakan rumah sakit setiap hari
Minum : sebelum sakit pasien mengatakan biasa minum + 6-8 gelas setiap hari (+ 1200-1600 cc). Saat pengkajian pasien mengatakan minum + 1-2 gelas (+ 200-400 cc/hari)
(3) Eliminasi
BAB : sebelum sakit pasien mengatakan biasa BAB 1 kali pada pagi hari dengan konsisitensi lembek, warna kuning, bau faeces, tidak ada lendir dan darah. Saat pengkajian pasien mengatakan sejak opname belum BAB.
BAK : sebelum sakit pasien mengatakan biasa kencing 4-5 kali sehari ( + 800 – 1000 cc) dengan warna putih kekuningan dan bau pesing. Saat pengkajian pasien terpasang tree way kateter oleh karena masih dilakukakan irigasi, urine tampung + 200 cc, warna kuning bercampur darah. Pasien mengatakan kencing tidak terasa.
(4) Gerak dan aktifitas
Sebelum sakit pasien mengatakan biasa melakukan aktifitas sehari-hari sebagai sebagai petani. Saat pengkajian pasien mengatakan badannya terasa lemah dan hanya bisa miring kanan dan kiri di tempat tidur di bantu oleh istrinya. Pasien mengatakan semua kebutuhannya seperti makan, minum, BAB, BAK, berpakaian dan mandi di bantu oleh istrinya. Pasien tampak lemah
(5) Istirahat dan tidur
Sebelum sakit pasien mengatakan tidak mengalami kesulitan dalam istirahat dan tidur, pasien mengatakan biasa tidur malam pukul 21 00 – 05 00 wita dan tidur siang + 1 jam. Saat pengkajian pasien mengatakan tidur pukul 20.00 – 05.00 wita, pasien mengatakan bisa tidur siang + 1 – 2 jam.
(6) Kebersihan diri
Sebelum sakit pasien mengatakan mandi 2 x sehari dengan mengunakan sabun, gosok gigi 2 x sehari dengan sikat gigi dan odol, cuci rambut + 2 x seminggu menggunakan shampo. Saat pengkajian pasien mengatakan hanya dilap saja di tempat tidur oleh istrinya, tidak gosok gigi hanya berkumur setelah makan. Pasien tampak bersih, kebutuhan dalam kebersihan diri di Bantu oleh istrinya.
(7) Berpakaian
Sebelum sakit pasien mengatakan biasa mengganti pakaian satu kali sehari sehabis mandi. Saat pengkajian pasien mengatakan belum mengganti pakaian dari kemarin setelah operasi. Pasien tampak masih mengenakan pakaian operasi, baju pasien tampak bersih.
(8) Pengaturan suhu tubuh
Pasien mengatakan sebelum sakit tidak pernah mengalami peningkatan suhu tubuh.
b) Data psikologis
(1) Rasa nyaman
Saat pengkajian pasien mengatakan sakit pada daerah luka operasi, nyeri dirasakan seperti di tusuk-tusuk dan skala nyeri 5 (sedang) dari 10 skala nyeri yang diberikan dan nyerinya bertambah bila badannya digerakkan. Pasien tampak kesakitan dan meringgis saat badannya digerakkan.
(2) Rasa aman (cemas)
Saat pengkajian pasien mengatakan takut dan cemas dengan keadaannya, pasien mengatakan ingin cepat pulang dan tidak tahu tentang penyakit, penyebab, prognosis, pengobatan dan perawatan. Keluarga pasien tampak bertanya-tanya tentang keadaan pasien, pasien dan keluarga tampak cemas dan gelisah, ekpresi wajah pasien mengkerutkan alisnya, pasien tampak tegang.
c) Data sosialisasi
(1) Sosial
Hubungan pasien dengan keluarga, perawat dan lingkungan sekitarnya baik pasien kooperatif dalam memberikan informasi data dan kooperatif dalam menerima setiap tindakan yang diberikan.
(2) Bermain dan rekreasi
Pasien mengatakan sebelum sakit jarang bepergian dan berekreasi dan lebih sering tinggal dirumah saat pengkajian pasien hanya berbaring di tempat tidur dan ditemani oleh istrinya
(3) Prestasi
Pasien mengatakan tamatan SD dan tidak memiliki prestasi yang dapat dibanggakan.
(4) Pengetahuan belajar
Pasien mengatakan sudah mendapatkan informasi tentang penyakitnya sebelum dioperasi. Pasien mengatakan kurang mengerti dan pemahamannya kurang tentang penyakitnya, penyebab, prognosis, pengobatan dan perawatan penyakitnya.
d) Data spiritual
Pasien mengatakan beragam hindu dan biasa sembahyang pada hari-hari tertentu saja. Saat pengkajian pasien mengatakan hanya dapat berdoa di tempat tidur saja.
6) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
(1) Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)
(2) Postur tubuh : tidak bisa dievaluasi
(3) Bangun tubuh : tidak evaluasi
(4) Keadaan kulit : Turgor kulit elastis
(5) Gerak motorik : Terbatas karena nyeri pada daerah operasi
b) Gejala kardinal
(1) Suhu : 36,5° c
(2) Nadi : 88 x / menit
(3) Tekanan darah : 120/80 mmhg
(4) Respirasi : 20x/menit
c) Ukuran – ukuran
(1) BB sebelum sakit : 55 kg
(2) BB saat pengkajian : 55 kg
(3) Tinggi badan : 165 cm
d) Keadaan fisik
(1) Kepala : penyebaran rambut merata, rambut hitam tampak lengket dan kotor, benjolan tidak ada, nyeri tekan tidak ada.
(2) Muka : bentuk muka oval, lesi tidak ada, benjolan tidak ada, nyeri tekan tidak ada
(3) Mata : mata kanan dan kiri simetris, dapat melihat dengan jelas, gerakan mata terkoordinir, koyungtiva merah muda, sclera putih, reflek pupil isokor, nyeri tekan tidak ada.
(4) Hidung : sekret tidak ada, pasien dapat mencium bau-bauan disekitarnya, pembesaran polip tidak ada, mukosa merah muda, nyeri tekan tidak ada.
(5) Telinga : telinga kanan dan kiri simetris, serumen ada, mampu mendengar suara dengan jelas, nyeri tekan tidak ada.
(6) Mulut : mukosa bibir kering, carrier gigi tidak ada, pembesaran tonsil tidak ada, gigi tampak kotor, kebersihan mulut kurang
(7) Leher : bendungan vena jugularis tidak ada, pembesaran kelenjar limfe tidak ada, pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, lesi tidak ada, dapat menelan, nyeri tekan tidak ada.
(8) Thorax : pergerakan dada simetris, retraksi otot dada tidak ada, suara perkusi resonan, suara nafas vesikuler, wheesing tidak ada, ronchi tidak ada, ictus cordis tidak ada, kardiomegali tidak ada, bunyi jantung S1S2 tunggal regular, suara perkusi redup.
(9) Abdomen : Asites tidak ada,Distensi tidak ada peristaltik usus 12x/menit,terdapat luka post operasi + 10 cm tertutup gaas steril dan hypavik,dan terdapat selang drain.
(10) Ekstremitas
Atas : pada tangan kanan terpasang infus dex 5% 20 tetes / menit, gerakan tangan lemah, kuku pendek, jari-jari tangan tampak kotor tidak ada tanda plebitis.
Bawah : pergerakan kaki terbatas karena nyeri, kekuatan otot 555 555
Atas dan bawah 555 555
(11) Genetalia : rambut pubis dicukur, kebersihan cukup, tampak terpasang tree way cateter
(12) Anus : hemoroid tidak ada, kebersihan cukup
7) Data penunjang
Hasil laboratorium tanggal 19 Mei 2010
Hasil Nilai normal
WBC 18,6 k/ul 4,5 – 11,0
RBC 5,11L 3,80 – 5,80
HCT 43,1 L 35,0 – 50,0
McV 83,2 Fl 80,0 – 97,0
McH 29,0 26,5 – 33,5
McHc 34,8 31,5 – 35,0
PLT 292 200 – 400
LY 19,4 % L 200 – 400
MO 2,6 2,0 – 8,0
GR 78,0 % 42,0 – 85,0
RDW 12,2 % 11,5 – 14,5
PCT 0,16 % 0,08 – 1,00
MPV 5,7 Fl 6,0 – 10,0
PDW 18,6 H % 10,0 – 15,0

Faal Hemostasis Hasil Harga Normal
Masa perdarahan/bleeding time 1'30” mnt 1-6 menit
Masa pembekuan/cloting time 6”10” mnt 10-15 menit
APTT/activated partial prothrombin tiome 34,9 dtk 27,0-39,0 dtk
PT/prothrombin time 17,9 dtk 13,5-18,1 dtk






b. Analisa data
TABEL 1
ANALISA DATA PASIEN W.S DENGAN POST OP BPH
GRADE III HARI KE 2 DI RUANG ICU RSUD WANGAYA
TANGGAL 21 MEI 2010

No Data Subyektif Data Obyektif Kesimpulan
1 2 3 4
1












2




3









4










5
 Pasien mengatakan perutnya sakit pada daerah luka operasi
 Pasien mengatakan nyeri seperti di tusuk – tusuk.
 Skala nyeri 5 (sedang) dari 10 skala nyeri yang diberikan.
 Pasien mengatakann nyerinya bertambah saat badannya di gerakkan.









 Keluarga pasien mengatakan takut dan cemas dengan keadaan pasien
 Pasien mengatakan ingin cepat pulang
 Keluarga pasien mengatakan tidak tahu tentang penyakit, penyebab dan pengobatan pasien.



• Saat pengkajian pasien mengatakan badannya terasa lemah dan hanya bisa miring kanan dan kiri di tempat tidur di bantu oleh istrinya.
• Pasien mengatakan semua kebutuhannya seperti makan, minum, BAB, BAK, berpakaian dan mandi di bantu oleh istrinya. Pasien tampak lemah

Pasien mengatakan kencing tidak terasa  Pasien tampak kesakitan dan meringgis saat badannya digerakkan.
 Pasien tampak sering memegang perutnya saat bergerak.
 Terdapat luka operasi sepanjang 10 cm
 Nadi 80 x / menit
 Tensi 120/80 mmhg



 Terdapat luka operasi sepanjang 10 cm
 Terpasang infus ditangan kanan

 Keluarga pasien tampak bertanya-tanya tentang keadaan pasien
 Pasien dan keluarga tampak cemas dan gelisah
 Ekspresi wajah pasien mengerutkan alis
 Pasien tampak tegang


• Pasien tampak lemah
• Pasien hanya terbaring ditempat tidur
• ADL dibantu sepenuhnya oleh keluarga






• Tampak terpasang tree way kateter
• urine tampung + 200 cc, warna kuning bercampur darah.
• Masih dilakukan irigasi
Urine Nyeri (acut)












Resiko infeksi



Ansietas









Intoleransi aktivitas









Perubahan pola eleminasi urine
b. Rumusan masalah
1) Nyeri (Akut)
2) Risiko infeksi
3) Ansietas
4) Intoleransi aktivitas
5) Perubahan elimanasi urine
c. Analisa masalah
1) P : Nyeri (Akut)
E : Trauma jaringan dan spasme otot sekunder terhadap pembedahan.
S : Pasien mengatakan perutnya sakit pada daerah luka operasi, pasien mengatakan nyeri seperti di tusuk – tusuk, skala nyeri 5 (sedang) dari 10 skala nyeri yang diberikan, pasien mengatakan nyerinya bertambah saat badannya di gerakkan. Pasien tampak kesakitan dan meringgis saat badannya digerakkan, pasien tampak sering memegang perutnya saat bergerak, terdapat luka operasi bawah , nadi 80 x / menit, tensi 120/80 mmhg.
Proses terjadi
Karena adanya luka post operasi BPH mengakibatkan adanya jaringan / saraf yang rusak, sehingga impuls ini diantarkan ke otak melalui saraf afferen kemudian di persepsikan dan di tranfer kembali melalui saraf aferen ke perifir sehingga pasien merasakan nyeri pada area luka.
Akibat bila tidak ditanggulangi
Pasien menjadi tidak nyaman dan dapat mengganggu istirahat dan tidur pasien.

2) P : Risiko infeksi
Faktor resiko : sisi masuknya organisme sekunder terhadap pembedahan (luka operasi) dan adanya jalur invasif.
Proses terjadinya
Dengan adanya luka pada organ terlebih lagi luka terbuka yang masih basah dan terpasangnya infus adalah media yang sangat baik bagi kuman untuk berkembang biak dan menginfeksi luka yang akan memperberat dari pada luka itu sendiri.
Akibat bila tidak ditanggulangi
Akan menghambat proses penyembuhan luka dan akan terjadi infeksi.
3) P : Ansietas
E : Kurang informasi tentang penyakit, penyebab, prognosis, pengobatan dan perawatan
S : Keluarga pasien mengatakan takut dan cemas dengan keadaan pasien, pasien mengatakan ingin cepat pulang, keluarga pasien mengatakan tidak tahu tentang penyakit, penyebab dan pengobatan pasien, keluarga pasien tampak bertanya-tanya tentang keadaan pasien, pasien dan keluarga tampak cemas dan gelisah, ekspresi wajah pasien mengerutkan alis
pasien tampak tegang

Proses terjadinya
Karena kurangnya pengetahuan dan kurangnya informasi pasien tentang penyakit, penyebab, prognosis, pengobatan dan perawatan penyakitnya ditambah pandangan pasien terhadap penyakitnya kurang dapat menyebabkan pasien menjadi cemas.
Akibat bila tidak ditanggulangi
Pasien menjadi tidak kooperatif terhadap tindakan yang dilakukan.
4) P : Intoleransi aktivitas
E : Peningkatan kebutuhan metabolik sekunder akibat operasi
S : pasien mengatakan badannya terasa lemah dan hanya bisa miring kanan dan kiri di tempat tidur di bantu oleh istrinya. Pasien mengatakan semua kebutuhannya seperti makan, minum, BAB, BAK, berpakaian dan mandi di bantu oleh istrinya. Pasien tampak lemah, pasien hanya terbaring di temapt tidur, ADL sepenuhnya dibantu oleh keluarga.
Proses terjadinya :
Adanya tindakan operasi akan mengakibatkan peningkatan metabolik, karena untuk melakukan aktivitas diperlukan kalori yang didapatkan lewat asupan makanan yang adequat. pada pasien dimana kurangnya asupan nutrisi dan kurangnya mobilisasi yang diberikan sehingga pasien akan mengalami keterbatasan dalam melakukan aktivitas.
Akibat :
Pasien tidak bisa melakuakan aktivitas untuk memenuhi ADLnya
5) P : perubahan pola eliminasi urine
E : efek pembedahan sfingter kandung kemih skunder terhadap pasca prostatektomy.
S : pasien mengatakan kencing tidak terasa, tampak terpasang tree way kateter, urine tampung + 200 cc, warna kuning bercampur darah, masih dilakukan irigasi urine
Proses terjadinya :
Akibat pembesarn kelenjar prostat, maka dilakuan tindakan penbedahan prostaktektomy, dilakukan insisi mulai dari supra pubis sampai bagian perut sampai fase rectum sehingga terjadi perdarahan pada ureter sehingga harus di bersihkan atau dibilas dengan cairan normalsalin yang dikeluarkan lewat pemasangan kateter
Akibat : sulit berkemih secara spontan
d. Diagnosa keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme otot sekunder terhadap pembedahan (BPH) di tandai dengan Pasien mengatakan perutnya sakit pada daerah luka operasi, pasien mengatakan nyeri seperti di tusuk – tusuk, skala nyeri 5 (sedang) dari 10 skala nyeri yang diberikan, pasien mengatakan nyerinya bertambah saat badannya di gerakkan. Pasien tampak kesakitan dan meringgis saat badannya digerakkan, pasien tampak sering memegang perutnya saat bergerak, terdapat luka operasi sepanjang 10 cm, nadi 80 x / menit, tensi 120/80 mmhg.
2) Risiko infeksi berhubungan dengan sisi masuknya organisme sekunder terhadap pembedahan (luka operasi) dan adanya jalur invasif.
3) Ansietas berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit, penyebab, prognosis dan pengobatan dan perawatan ditandai dengan Keluarga pasien mengatakan takut dan cemas dengan keadaan pasien, pasien mengatakan ingin cepat pulang, keluarga pasien mengatakan tidak tahu tentang penyakit, penyebab dan pengobatan pasien, keluarga pasien tampak bertanya-tanya tentang keadaan pasien, pasien dan keluarga tampak cemas dan gelisah, ekspresi wajah pasien mengerutkan alis, pasien tampak tegang
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik sekunder akibat operasi ditandai dengan pasien mengatakan badannya terasa lemah dan hanya bisa miring kanan dan kiri di tempat tidur di bantu oleh istrinya. Pasien mengatakan semua kebutuhannya seperti makan, minum, BAB, BAK, berpakaian dan mandi di bantu oleh istrinya. Pasien tampak lemah, pasien hanya terbaring di temapt tidur, ADL sepenuhnya dibantu oleh keluarga.
5) Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan efek pembedahan sfingter kandung kemih skunder terhadap pasca prostatektomy yang ditandai dengan pasien mengatakan kencing tidak terasa, tampak terpasang tree way kateter, urine tampung + 200 cc, warna kuning bercampur darah, masih dilakukan irigasi urine
2. Perencanaan
a. Prioritas
Prioritas masalah keperawatan berdasarkan berat ringannya masalah yang dapat mengancam kebutuhan jiwa pasien.
1) Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme otot sekunder terhadap pembedahan ( Benigna Prostat Hipertropi )
2) Risiko infeksi berhubungan dengan sisi masuknya organisme sekunder terhadap pembedahan (luka operasi) dan adanya jalur invasif
3) Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan efek pembedahan sfingter kandung kemih skunder terhadap pasca prostatektomy yang ditandai dengan pasien mengatakan kencing tidak terasa, tampak terpasang tree way kateter, urine tampung + 200 cc, warna kuning bercampur darah, masih dilakukan irigasi urine
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan keletihan sekunder akibat operasi
5) Ansietas berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit, penyebab, prognosis dan pengobatan dan perawatan